Mengapa Warna Tertentu Terlihat Menonjol Saat Gerhana Matahari Total?

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Bulan bergerak dari gerhana matahari cincinny, yang sempat terlihat sekilas di bawah langit berawan sebagian di Boise, Idaho, AS, Sabtu, (14/10/2023).

ADVERTISEMENTS

JAKARTA — Saat terjadi gerhana matahari total, seperti yang akan berlangsung pada 8 April 2024, seseorang mungkin menyadari beberapa hal aneh. Selain peristiwa yang terjadi di langit, dunia di sekeliling juga akan terlihat sedikit berbeda.

ADVERTISEMENTS

Itu terjadi selama beberapa menit, ketika bulan menghalangi sinar matahari sepenuhnya. Biasanya, warna merah cerah akan tampak lebih gelap atau bahkan menjadi hitam, sedangkan biru dan hijau akan menonjol.

Peneliti penglihatan warna di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St Louis di Amerika Serikat, Takeshi Yoshimatsu, menjelaskan dua hal yang menyebabkan perubahan warna itu.

Pertama, penyebabnya karena peristiwa yang terjadi di atmosfer. Sinar matahari terdiri dari gelombang cahaya dengan spektrum warna yang luas.

ADVERTISEMENTS

Pada hari normal yang cerah, partikel dan tetesan air di udara menghamburkan sinar matahari saat melewati atmosfer. Gelombang cahaya biru dari sinar matahari lebih tersebar dibandingkan gelombang merahnya, karena gelombang biru memiliki panjang gelombang yang lebih pendek.

ADVERTISEMENTS

Ombak biru yang tersebar mewarnai langit biru. Sedangkan gelombang merah sinar matahari lebih besar kemungkinannya mencapai permukaan tanah.

“Saat gerhana matahari total, bulan yang menutupi matahari membuat sebagian besar cahaya yang mengenai dan memantulkan benda di bumi merupakan cahaya tidak langsung.  Lebih banyak cahaya tidak langsung merupakan gelombang biru yang mudah dihamburkan.

ADVERTISEMENTS

“Itu membuat objek lebih banyak memantulkan cahaya biru, menyebabkan pergeseran spektrum warna ke arah biru. Hal serupa terjadi dalam kondisi cahaya redup lainnya, seperti saat matahari terbenam,” kata Yoshimatsu, dikutip dari laman Science News, Ahad (7/4/2024).

ADVERTISEMENTS

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version