BANDA ACEH – Sosok Elida Netti kuasa hukum tersangka klaster pertama kasus ijazah Jokowi, Eggi Sudjana jadi sorotan.
lida Netti yang menyebut dirinya sempat menyentuh ijazah Jokowi saat gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya.
Namun, menurut kubu Roy Suryo, klaim tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lokasi.
Sebagai informasi, gelar perkara khusus kasus tudingan ijazah palsu Jokowi dihadiri oleh dua klaster tersangka.
Klaster pertama berjumlah lima orang, sedangkan klaster kedua berjumlah tiga orang. Keduanya memang sama-sama hadir di Polda Metro Jaya pada Senin (15/12/2025), namun pelaksanaannya dilakukan pada waktu yang berbeda.
Meski dilaksanakan terpisah, kedua klaster tersebut sama-sama diperlihatkan ijazah asli Jokowi yang selama ini menjadi polemik di ruang publik.
Kuasa hukum Roy Suryo, Abdul Gafur Sangadji, menegaskan bahwa tidak ada satu pun peserta gelar perkara khusus yang diizinkan menyentuh ijazah tersebut.
Sebab, Polda Metro Jaya telah memberikan instruksi tegas agar ijazah hanya boleh dilihat, bukan diraba.
“Ada pengacara dari pihak Pak Eggi Sudjana yang mengatakan bahwa beliau memegang ijazah, kemudian di situ merasakan ada emboss, ada watermark, saya pastikan bahwa apa yang disampaikan itu adalah keterangan yang menyesatkan publik,” kata Abdul Ghafur Sangadji, dikutip dari tayangan YouTube Official iNews, Senin (22/12/2025).
Gafur menjelaskan, dirinya termasuk orang pertama yang berada di posisi depan saat ijazah Jokowi akan dibuka. Ia mengaku menyaksikan langsung proses pembukaan segel ijazah tersebut oleh penyidik Polda Metro Jaya.
“Kenapa? Karena pada saat ijazah itu mau dibuka, saya bersama Ahmad Khozinudin adalah 2 lawyer yang berdebat sengit dengan pengacara Jokowi supaya ijazah itu bisa dibuka dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum dan kemudian didukung juga oleh ombudsman Republik Indonesia,” jelasnya.
Ia melanjutkan, posisinya saat itu berada di antara penyidik dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
“Pada saat dilakukan gelar perkara khusus itu detik-detik di mana ijazah itu akan dibuka, saya termasuk orang yang pertama kali maju ke depan dan saya berdiri di antara penyidik dan Pak Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya,” kata dia.
Menurut Gafur, sejak awal penyidik telah memberikan arahan jelas bahwa ijazah tersebut tidak boleh disentuh oleh siapa pun.
“Saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri detik-detik ijazah tersebut digunting dari segel penyidik Polda Metro Jaya dan ijazah tersebut diperintahkan, diberikan arahan oleh Polda Metro Jaya ‘tidak boleh diraba, tidak boleh dipegang, tidak boleh disentuh’.”
Ia menegaskan bahwa dirinya hanya melihat ijazah tersebut dari jarak sangat dekat, tanpa menyentuhnya sama sekali.
“Sehingga saya hanya melihat itu dari jarak yang sangat dekat, tetapi karena ada arahan dari penyidik Polda Metro Jaya supaya ijazah tersebut tidak dipegang, maka saya tidak memegang ijazah tersebut,” tegasnya.
Gafur juga menjelaskan bahwa ijazah Jokowi diletakkan di dalam map hardcase berlogo Universitas Gadjah Mada (UGM) dan dilapisi plastik keras.
Gafur kembali menyoroti pernyataan Elida Netti yang menyebut adanya emboss dan watermark pada ijazah tersebut. Menurutnya, klaim itu tidak mungkin diperoleh tanpa menyentuh langsung ijazah.
“Jadi kalau ada pernyataan dari pengacara Pak Eggi Sudjana mengatakan bahwa beliau menyelonong jarinya masuk, saya pastikan itu keterangan yang menyesatkan publik,” ujarnya.
“Keterangan tersebut tidak benar, karena keterangan itu yang memberikan kebingungan terhadap rakyat hari ini,” imbuhnya.
Ia pun secara tegas membantah klaim Elida Netti terkait adanya huruf timbul dan watermark pada ijazah Jokowi.
“Bunda Eli (mengatakan) ijazah tersebut ada embossnya, ada watermark-nya, saya pastikan keterangan tersebut keterangan yang tidak sesuai fakta di dalam gelar perkara khusus,” pungkasnya.
Sosok Elida Netti
Nama Elida Netti menjadi sorotan publik setelah aksinya yang emosional sekaligus berani dalam gelar perkara khusus kasus ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Bukan sosok baru di dunia hukum, perempuan asal Riau ini memiliki rekam jejak panjang sebagai advokat senior sekaligus aktivis hukum.
Latar Belakang Akademik
Elida Netti lahir di Bengkalis, Riau, pada 8 Agustus 1962.
Di usia 63 tahun, Elida dikenal sebagai akademisi hukum, ia menempuh pendidikan di Universitas Lancang Kuning.
Riwayat pendidikannya meliputi:
Sarjana Ilmu Hukum (S.H.), diraih pada 2010
Magister Hukum (M.H.), diselesaikan pada 2014
Karier Profesional dan Aktivisme Hukum
Sebagai advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Selain menjalankan praktik hukum profesional, ia juga aktif sebagai anggota Tim Pembela Aktivis dan Ulama (TPAU).
Dalam perjalanan kariernya, Elida pernah menjadi bagian dari tim hukum Razman Arif Nasution.
Pengalaman perkaranya mencakup berbagai bidang, antara lain:
• Dugaan pencemaran nama baik
• Sengketa keluarga yang melibatkan figur publik
• Pendampingan hukum hingga tingkat Mahkamah Agung
Kiprah Politik
Tak hanya aktif di ruang sidang, Elida juga mencoba membawa perubahan melalui jalur politik.
Ia tercatat dua kali maju sebagai calon anggota DPR RI melalui dua partai berbeda:
• Pemilu 2019 melalui Partai Amanat Nasional (PAN)
• Pemilu 2024 melalui Partai Keadilan Sejahtera (PKS)































































































