UPDATE

NASIONAL
NASIONAL

Sosok Effendi Gazali Pakar Komunikasi Politik yang Prediksi Kasus Ijazah Jokowi Selesai Tahun 2035

BANDA ACEH  – Ini lah sosok Effendi Gazali, Pakar Komunikasi Politik yang memprediksi kasus ijazah Jokowi akan selesai pada tahun 2035. 

Effendi Gazali mengklaim prediksinya ini tidak jauh berbeda dengan perkiraan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD

Saat tampil di acara Catatan Demokrasi Spesial Akhir Tahun yang ditayangkan di akun youtube TVOne pada Selasa (30/12/2025), Effendi Gazali menyebut pernah berdiskusi dengan Mahfud MD yang kini menjadi salah satu anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri. 

“Saya pernah tanya ini di acara resmi yang tayang di televisi: menurut Prof. Mahfud kapan selesainya kasus ijazah ini? Saya enggak menyebut ijazah palsu, tapi ijazah Pak Jokowi ya kan. Lalu dia mengatakan dia balik bertanya, “Kalau menurut Pak Effendi kapan?,”ungkap Effendi Gazali. 

Effendi pun menyebut bahwa kasus ijazah Jokowi ini baru akan selesai pada 2035. 

Effendi beralasan sesuai kajian komunikasi politik, kasus ini akan ikut naik turunnya politik. 

Effendi mencontohkan kasus serupa yang kini menjerat wakil Gubernur Bangka Belitung, dimana ini tergantung dari kondisi politik di wilayah tersebut. 

“Nah, saya balik bertanya kalau menurut Prof. Mahfud MD kapan? Bagus loh jawabannya. Saya kira saya sependapat ee mungkin awal 2036, katanya,” kata dosen Universitas Indonesia ini 

Dari diskusi ini, Effendi menyimpulkan bahwa harapan kasus ijazah Jokowi ini akan selesai di tahun 2026 saat proses persidangan di Jakarta dan Solo, tidak akan tercapai. 

Dia justru memperkirakan proses persidangan itu akan menambah nafas orang sampai di akhir tahun 2035 atau di awal 2036. 

Kenapa demikian? 

Menurut Effendi, karena hal ini lebih pada persoalan kehendak baik atau goodwill.

Menurutnya, kasus ini murni masalah akademis, namun kenyataannya tidak demikian. 

Prediksi Effendi Gazali ini pun beralasan karena di beberapa wawancara Roy Suryo pernah mengatakan bahwa dia siap menghentikan kasus ijazah Jokowi, namun kasus Gibran belum tentu. 

“Nah, jadi maksud saya kok ada kalimat gitu ya. Jadi rupanya ini ada anak-anak (kasus). Sebagai ilmuwan, saya masih ada kelanjutannya nih,” pungkasnya. 

Siapakah Effendi Gazali? 

Mengutip dari wikipedia Effendi Gazali adalah tokoh Indonesia yang terkenal dengan acara yang digagasnya yaitu Republik Mimpi yang merupakan parodi dari Indonesia dan para presidennya.

Lelaki kelahiran Padang, Sumatra Barat, 5 Desember 1966 ini juga merupakan salah satu staf pengajar program pascasarjana ilmu komunikasi Universitas Indonesia dan Dosen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Moestopo.

Berita Lainnya:
Perusahaan Pelaku Perusakan Hutan Sumatera Hanya Dituntut Bayar Biaya Pemulihan Ekologi

Effendi lulus sarjana dalam bidang Komunikasi Universitas Indonesia tahun 1990, kemudian mendapatkan gelar Master dalam bidang Komunikasi dari universitas yang sama pada 1996.

Dia juga meraih gelat Master dalam bidang International Development (konsentrasi: International Communication) dari Universitas Cornell Ithaca, New York tahun 2000.

Gelar Ph.D. dalam bidang Komunikasi Politik kemudian diperolehkan dari Radboud Nijmegen University Belanda tahun 2004 dengan disertasi “Communication of Politics & Politics of Communication in Indonesia: A Study on Media Performance, Responsibility, and Accountability” (diterbitkan oleh: Radboud University Press, Belanda, 2004)

Beberapa penghargaan yang diperolehnya antara lain sebagai satu Peneliti Terbaik UI 2003 di bidang Social & Humanity berdasarkan publikasi di jurnal internasional serta penerima ICA (International Communication Association) Award, pada ICA Annual Conference, di New Orleans Mei 2004 untuk Research, Teaching & Publication (dari the ICA Instructional & Developmental Division).

Effendi juga sering muncul di talk show ” Indonesia Lawyer Club ” yang dibawakan oleh Karni Ilyas.

Ia juga sering diundang sebagai pembicara untuk hal komunikasi politik.

Pada 30 Juli 2019 Effendi Gazali dikukuhkan sebagai Guru Besar tetap Program Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dalam Bidang Ilmu Komunikasi, dengan orasi ilmiah yang berjudul “Merajut Indonesia: Menuju Konstelasi Algoritma Komunikasi Politik yang Lebih Mempersatukan”.

Kegiatan organisasi:

Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia (Wacana UI) 1998

Anggota Presidium Deputi Ketua Umum Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI)

Anggota International Communication Association (ICA)

Penasehat Ahli Kapolri Anggap Terlalu Lama

Bola panas kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) kini berada di tangan penyidik Polda Metro Jaya. 

Pasalnya, meski sudah menetapkan 8 orang sebagai tersangka dan sudah melakukan gelar perkara khusus, hingga kini penyidik Polda Metro Jaya belum melimpahkan kasus ini ke kejaksaan untuk disidangkan. 

Sikap penyidik Polda Metro yang terlalu meladeni pihak tersangka Roy Suryo Cs mendapat sorotan dari Penasehat Ahli Kapolri, Irjen (purn) Aryanto Sutadi. 

Menurut Aryanto, masalah ini sudah terlalu lama. 

Hal ini disebabkan karena adanya muatan politik di baliknya yang membuat sengketa ijazah palsu Jokowi ini berkepanjangan.

“Kalau kasus ini pidana murni hanya menuduh menggunakan ijazah palsu, ya itu penyidikannya 2 bulan aja mesti selesai. Saksi ahli paling lima saja cukup. Kemudian alat-alat bukti yang di lapangan, bukti digital itu ya 20 aja cukup,” kata Aryanto dikutip dari tayangan akun youtube Kompas TV pada Rabu (24/12/2025). 

Berita Lainnya:
JDM Material Testing: Penyedia Alat Laboratorium Teknik Sipil Terpercaya

Tetapi, lanjut Aryanto, karena kasus ini di belakangnya ada “orang yang mengendalikan”, membuat penyidik harus mengumpulkan 712 alat bukti.

“Menurut saya itu sangat spektakuler ya. Kemudian saksinya 100, saksi ahlinya ada 20,” katanya. 

Itu pun, setelah 4 bulan baru ditetapkan tersangka, dan sampai saat ini belum ditahan. 

Lalu kini, tersangka minta diajukan saksi-saksi yang meringankan. 

“Nah, kok penyidik juga masih memberikan waktu juga gitu loh. Terus kemudian kemarin setelah dikasih waktu malah minta gelar perkara terbuka. Nah, sudah diladeni gelar perkara terbuka, malah keluar mengatakan bahwa mengatakan gelar perkara yang enggak benar dan sebagainya,” singgungnya. 

Kini, setelah semua diladeni, para tersangka mengajukan permohonan uji forensik independen. 

Hal itu sangat disesalkan Aryanto. 

“Jadi ya penyidik kebetulan kok ya mengadeni gitu. Jadi, jadi ukurannya berapa lama ini tergantung wilayah penyidik nanti,”katanya. 

Meski prosesnya sangat lambat, Aryanto menilai hal itu masih lazim meski penyidik sangat memberikan toleransi terhadap tersangka (Roy Suryo Cs). 

“Biasanya kalau dalam perkara-perkara yang biasa itu penyidik dia enggak mau tahu itu. Yang penting dia pikir sudah lengkap ya udah kirim saja gitu. Entah itu yang bersangkutan itu keberatan apa tidak. Sepanjang dia melakukan tugasnya dengan profesional itu dianggap lengkap sudah dikirim gitu aja,” kataya. 

Selain karena muatan politik, Aryanto melihat kasus ini banyak menarik perhatian publik. 

“Ini penyidik ingin menunjukkan profesionalisme yang betul-betul adil, objektif, transparan, dan sebagainya. Akibatnya ya itu kemudian dia menunda-nunda,” katanya.

Akibat penundaan ini, Aryanto melihat ada pembelahan di masyarakat yang masing-masing itu menuduh asli apa tidak.

“Jadi ramai nih masyarakat terbelah ya. Penonton yang tidak tahu apa-apa ikut-ikut saling berseteru kan.Itulah yang saya juga tidak suka,” katanya. 

Secara pribadi, Aryanto menyarankan berkas segera dikirim ke kejaksaam untuk segera bisa diadili. 

“Perkara nanti penyelesaiannya bagaimana? Kalau saya sih bisa menentukan. Tetapi kasusnya harus sampai kepada pengadilan untuk menentukan apakah ijazahnya Pak Joko itu memang asli atau tidak.

“Harus sampai di pengadilan supaya rakyat tahu mana yang benar, mana yang salah. Itu dulu bahwa nanti kalau penyelesaiannya mau pakai salah maaf memaafkan atau berakhir dengan pemidanaan itu kita lihat saja perkembangannya gitu,” tukasnya.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.