Senin, 20/05/2024 - 18:58 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Mahasiswa ITB Buat Pendeteksi Stres Lewat Urine 

Ketika menghadapi stres, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin dan kortisol.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

 Stres adalah perubahan reaksi tubuh ketika menghadapi ancaman, tekanan, atau situasi yang baru. Ketika menghadapi stres, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin dan kortisol. Kondisi ini membuat detak jantung dan tekanan darah akan meningkat, pernapasan menjadi lebih cepat, serta otot menjadi tegang.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan


Melihat permasalahan stres yang dapat dialami setiap orang, mahasiswa ITB yang tergabung dalam kelompok Pekan Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta membuat sebuah alat deteksi dini sederhana gejala stres berdasarkan pemeriksaan urine yang diberi nama “Depression Test”. 


Kelompok ini diketuai oleh Maha Yudha Samawi (Biologi, 2019) dan beranggotakan Alifia Zahratul Ilmi (Teknik Biomedis, 2019) dan Gardin Muhammad Andika Saputra (Teknik Material, 2019).


Gardin Muhammad Andika Saputra menjelaskan, sederhananya orang yang mengalami stres pastinya akan mengalami perubahan konsentrasi pada beberapa zat dalam urine mereka. 

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh


“Jadi kami memanfaatkan fase ini. Karena senyawa-senyawanya mengalami perubahan karakter spesifik kalau sudah dikasih sinyal. Dari sana, kami bisa mendeteksi orang yang mengikuti percobaan ini sudah sampai tahap depresi atau belum,” ujar Gardin.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action


Inovasi ini, kata dia, bermula dari pengembangan tugas yang dikerjakan Yudha saat menjalani Tahap Persiapan Bersama di SITH ITB.

Berita Lainnya:
Suka Flexing Padahal Penerima KIPK, Mahasiswa Undip Ini Kena Mental Dirujak Netizen hingga Mengundurkan Diri


Proses pembuatan alat ini, kata dia, dimulai saat masa pandemi. Karena terdapat berbagai kendala yang menghadang pada masa pandemi, progres dari pembuatan alat ini tergolong lambat dan belum 100 persen selesai. 

ADVERTISEMENTS


Gardin juga bercerita bahwa alat yang mereka ciptakan berkaitan dengan lomba, jadi banyak hal-hal tidak terduga yang terjadi. “Tapi dari proses ini kita bisa belajar lebih jauh tentang ke depannya sampai rasanya habis presentasi itu kaya kami habis selesai sidang,” kata Gardin.

ADVERTISEMENTS


Berbagai kendala juga, kata dia, dihadapi oleh kelompok ini dalam proses perancangan alat yang mereka lakukan. Kendala utama yang mereka hadapi adalah transisi waktu yang mereka alami. 


Proposal untuk inovasi ini dibuat saat mereka masih TPB, namun alatnya baru bisa dibuat saat tahun kedua perkuliahan yang di mana waktu tersebut banyak diisi oleh kegiatan orientasi atau ospek jurusan. Selain itu, mereka juga merasa saat itu wawasan yang mereka miliki masih dasar. Ditambah lagi, masa pandemi membuat kegiatan ini tak bisa dilakukan di laboratorium yang akhirnya menghambat proses pengambilan data dan analisis.


Namun, kata dia, bersyukurnya mereka berhasil berjuang dan berkoordinasi untuk mengatasi permasalahan ini ditengah kesibukan kuliah. Hal penting yang harus dilakukan untuk melanjutkan penelitian ini adalah menyempatkan waktu untuk melakukan diskusi, menguatkan komitmen, mengatur skala prioritas, dan mengetahui sistem kerja di jurusan kuliah masing-masing untuk dapat mengatur waktu.

Berita Lainnya:
Kemenkop Kunjungi Warung Madura di Bali, Pastikan tak Ada Pembatasan Jam Operasional


Selain itu, kata dia, pembagian tugas yang efisien juga menjadi kunci sukses dari pengembangan alat ini. Pembagian tugas yang diterapkan di kelompok ini berdasarkan dari jurusan kuliah setiap anggotanya. 


Yudha bertugas untuk membuat planning dan mengatur urusan sumber daya. Gardin bertugas untuk urusan administrasi dan pembuatan laporan. Sementara Alifia dari Teknik Biomedis bertugas untuk membuat desain arduino, desain grafis, dan presentasi.


Hasilnya, kata dia, alat yang mereka rancang ini memiliki akurasi di angka 90 persen. Hasil alat ini dikalibrasi dengan tes BDI (Beck Depression Inventory) yang saat ini umum digunakan di kedokteran jiwa. Sehingga terdapat 3 level penderita depresi, yakni rendah, sedang, dan berat.


Tentunya, kata dia, inovasi yang mereka ciptakan ini sangat diharapkan untuk bermanfaat bagi banyak orang di masa depan. “Kami berharap alat ini akan ada disetiap fasilitas kesehatan indonesia. Jadi orang yang memiliki masalah mental jadi lebih mudah untuk mengatasi dan menanggulanginya sehingga orang tersebut tidak perlu melalui berbagai hal rumit yang menghambat kesembuhannya,” kata Gardin. 


 

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi