Jumat, 26/04/2024 - 09:58 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

IN-DEPTH

Setoran Wajib Rp 1.000 per Hari dari Anggota Khilafatul Muslim

ADVERTISEMENTS

Penyelidikan menemukan setidaknya ada 14 ribu anggota Khilafatul Muslimin.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

JAKARTA – Polda Metro Jaya mengungkap fakta baru terkait organisasi masyarakat (ormas) Khilafatul Muslimin yang dianggap memiliki  ideologi bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Terungkap, organisasi tersebut mengharuskan anggotanya menyetor iuran Rp 1.000 per orang per hari.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

“Dari semua warganya (anggota Khilafatul Muslimin) diwajibkan memberikan infaq sejumlah Rp 1.000 per hari,” ujar Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (16/6/2022).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Lanjut Hengki, jika anggota Khilafatul Muslimin tidak melaksanakannya maka dianggap melanggar isi baiat. Iuran merupakan salah satu syarat utama untuk bergabung ke ormas Khilafatul Muslimin. Kemudian alah satu poinnya yaitu setiap warga Khilafatul Muslimin wajib setia dan patuh kepada khalifah, dalam hal ini Abdul Qadir Hasan Baraja.

ADVERTISEMENTS

Menurut Hengki, ormas yang didirikan pada tahun 1997 silam itu memiliki anggota lebih dari 14 ribu orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Setiap anggotanya, kata dia, diberikan nomor induk warga (NIW) serta kartu tanda warga dari khalifah atau amr daulah.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

“Untuk menjadi warga khilafatul muslimin, seseorang harus lebih dulu baiat oleh khalifah atau amir daulah kewilayahan. Apabila sudah di baiat, baru dinyatakan resmi menjadi warga Khilafatul Muslimin dan kemudian akan diberikan nomor induk warga dan kartu tanda warga,” ungkap Hengki.

Kemudian uang hasil dari iuaran itu salah satunya digunakan untuk membiayai lembaga pendidikan yang didirikannya. Setidaknya Khilafatul Muslimin memiliki 25 sekolah yang dibuat mirip dengan pondok pesantren, namun kenyataannya bukan pesantren. Karena kurikulum yang digunakan sangat berbeda dengan pesantren pada umumnya.

“Dalam pelaksanaan pendidikan, tidak diperbolehkan melaksanakan upacara bendera bahkan tidak boleh ada bendera merah putih yang berkibar. Serta tidak adanya foto presiden dan wakil presiden serta lambang negara pancasila yang terpasang di ruang kelas maupun di ruang kantor organisasi Khilafatul Muslimin,” terang Hengki.

Hengki menuturkan, pemimpin Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja memproklamirkan dirinya sebagai penerus kekhilafan Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW pada 11 hijriah atau 632 masehi. Hasan Baraja sendiri mendirikan ormas Khilafatul Muslimin pada tahun 1997 silam.

“Abdul Qadir Hasan Baraja selaku pimpinan tertinggi organisasi (amirul mu’minin) menganggap dirinya sebagai penerus kekhalifahan (khalifah nomor 105) pasca meninggalnya Rasulullah SAW,” ujar dia.

Secara hierarki, menurut Hengki, Hasan Baraja selaku khalifah atau Amirul Mukminin dibantu oleh tiga Amir Daulah. Kemudian Hasan Baraja membawahi seluruh wilayah Nusantara meliputi Amir Daulah wilayah Jawa, Amir Daulah wilayah Sumatra yang juga membawahi juga Kalimantan dan Amir Daulah wilayah Indonesia Timur.

Kemudian didirikannya Khilafatul Muslimin, kata Hengki, bertujuan untuk melanjutkan perjuangan Negara Islam Indonesia (NII) atau lebih dikenal sebagai Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Kartosiwiryo. Sehingga mereka pun melakukan kaderisasi ideologi kekhalifahan yang dianggap bertolak belakang dengan ideologi Pancasila.

“Ditemukan buku-buku, artikel, dan majalah yang dijadikan sebagai pedoman serta media penyebaran ideologi Khilafatul Muslimin yang materinya berisikan ajaran yang bertolak belakang dengan ideologi Pancasila,” terang Hengki.

Terkait sekolah di bawah naungan Khilafatul Muslimin, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta pemerintah untuk meninjau kembali perizinan sekolah atau madrasah tersebut. P2G namun tidak menyarankan satuan-satuan pendidikan tersebut untuk ditutup, melainkan dilakukan intervensi pendampingan dan pembimbingan lebih lanjut kepada seluruh pihak yang ada di sana.

“P2G tidak menyarankan sekolah-sekolah atau madrasah di bawah organisasi ekstrem tersebut ditutup. Karena akan merugikan dan melanggar hak-hak dasar anak memperoleh pendidikan,” ujar Kepala Bidang Litbang Guru P2G, Agus Setiawan, kepada Republika, Kamis (16/6/2022).

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi