Sabtu, 27/04/2024 - 02:12 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EDUKASI
EDUKASI

Pengamat Sorot Dua Fenomena dalam PPDB 2022/2023

ADVERTISEMENTS

Salah satu isu, yakni masih adanya pemikiran sekolah negeri favorit.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

 JAKARTA — Pemerhati dan praktisi pendidikan, Indra Charismiadji, tidak melihat adanya kehebohan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajar 2022/2023. Namun, ada dua isu atau fenomena yang dia soroti tahun ini, yakni masih adanya pemikiran sekolah negeri favorit dan adanya sekolah dasar (SD) yang minim menerima siswa baru. 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


“Yang jelas stigma sekolah negeri favorit itu ternyata masih muncul bahkan bukan hanya di orang tua, tapi di pemerintahnya sendiri. Jadi tidak paham konsep pelayanan publik itu seperti apa,” ujar Indra lewat sambungan telepon, Kamis (14/7/2022).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


Indra menjelaskan, hal itu dapat terlihat dari masih adanya kasus-kasus penitipan siswa lewat surat oleh anggota dewan dan kepala daerah. Menurut dia, hal tersebut menunjukkan, para pejabat daerah dan anggota dewan masih belum memahami konsep zonasi dan seperti apa kebutuhan di Indonesia. 

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
Prodi Magister Akuntansi FEB UMJ Raih Akreditasi Unggul


Dia mengatakan, semestinya pemikiran seperti itu tidak boleh ada lagi. “Sekolah negeri itu tidak boleh ada sekolah favorit. Layanannya kan harus sama karena tidak berbayar. Kalau ada yang favorit kan berarti layanannya berbeda. Itu kan berarti ada diskriminasi. Itu yang masih terjadi sampai hari ini,” kata dia.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


Fenomena lainnya yang muncul pada PPDB tahun ini adalah munculnya beberapa SD negeri yang tidak punya siswa. Dia mengetahui ada SD negeri yang hanya menerima sedikit siswa, bahkan ada yang hanya satu siswa. Hal tersebut, kata dia, seharusnya sudah diantisipasi oleh pemerintah daerah sejak lama dengan menggunakan data yang mereka miliki di wilayahnya.

Berita Lainnya:
Jurnal Internasional FTUI Raih Prestasi Berkat Riset Multidisiplin


“Saya ambil contoh saja, kemarin baru ke kota Solo, kan muncul berita SD Sriwedari siswanya cuma satu. Tapi menariknya, di Solo itu masih ada sekitar tujuh persen anak usia SD yang belum bersekolah. Jadi kan menurut saya pemerintah daerahnya tidak tanggap untuk melihat kondisi,” jelas dia.


Pemerintah daerah, kata dia, masih membiarkan saja proses PPDB berjalan seperti yang sudah-sudah. Padahal dengan zonasi pemerintah daerah seharusnya mencari semua anak yang ada di kota atau kabupaten tempat mereka bertugas. Setiap anak, kata dia, itu harus diberikan akses untuk bersekolah.


“Kenapa? Karena itu adalah perintah konstitusi. Setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Jadi itu bukan pilihan, tapi kewajiban,” tutur Indra. 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi