Rabu, 01/05/2024 - 05:14 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EDUKASI
EDUKASI

Aliansi Peduli Pendidikan Surati Presiden, Ini Isinya…

ADVERTISEMENTS

Permohonan mereka diajukan dengan didasari sejumlah alasan.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

JAKARTA — Aliansi Peduli Pendidikan mengeluarkan surat terbuka terkait Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang ditujukan kepada sejumlah pihak, salah satunya Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi). Mereka meminta presiden untuk menunda pembahasan RUU Sisdiknas masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 dan pengehasan menjadi UU Sisdiknas 2022.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah


“Dengan ini kami, Aliansi Peduli Pendidikan, memohon kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo untuk berkenan menunda pembahasan RUU Sisidiknas masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2022 dan pengesahan menjadi UU Sisdiknas tahun 2022,” bunyi surat yang ditandatangani oleh 28 pegiat pendidikan di Indonesia pada Senin (29/8/2022) itu.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh


Permohonan mereka diajukan dengan didasari sejumlah alasan. Pertama, RUU Sisdiknas 2022 setara dengan Omnibus Law bidang Pendidikan Nasional, di mana menggabungkan tiga UU, yakni UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Guru dan Dosen. Namun, pengintegrasiannya tidak tampak jelas sehingga ketika diimplementasikan akan mengalami persoalan di lapangan.

ADVERTISEMENTS


“Mengingat banyak hal yang diatur dalam UU Guru dan Dosen maupun dalam UU Pendidikan Tinggi tidak termuat di dalam RUU Sisdiknas ini,” jelas Aliansi Peduli Pendidikan. Aliansi juga melihat belum adanya pengintegrasian dan pengharmonisasian 23 UU terkait pendidikan yang lain.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Ramai Isu Pramuka Dihapus, Jokowi Justru Kukuhkan Pengurus Kwarnas Pramuka di Istana


Alasan kedua, mereka menilai RUU Sisdiknas cacat unsur legislasi formil karena penyusunan RUU Sisdiknas seperti hantu, sebab tidak transparan, terburu-buru, dan dikerjakan di ruang gelap serta tidak melibatkan para ahli dari berbagai bidang. Lebih parah lagi, mereka melihat minimnya kolaborasi yang baik antara kementerian dan para penyelenggara pendidikan di lapangan dari Sabang sampai Merauke, baik di kota maupun daerah terpencil.


“Ketiga, belum tersedianya road map, cetak biru atau, grand design pendidikan nasional yang merupakan pra syarat untuk dapat menyusun RUU Omnibus Law Sisdiknas yang efficient dan sustainable,” kata mereka.


Kemudian, naskah akademik dan draf RUU Sisdiknas tidak menunjukkan pemikiran dan konsep besar yang visioner, melainkan hanya mengabdi pada kepentingan kelompok tertentu. RUU seperti itu dinilai akan menjauh dari tercapainya tujuan pendidikan nasional.


Kelima, RUU Sisdiknas yang sudah masuk ke DPR sekarang ini tidak memperlihatkan secara jelas, apakah RUU ini hanya untuk sekolah atau kampus di bawah tanggung jawab Kemdikbudristek saja atau juga mencakup madrasah yang dibawah Kementerian Agama. Mengacu pada UU Sisdiknas yang ada sekarang, itu berlaku untuk sekolah atau kampus di bawah Kemdikbudristek maupun Kemenag.

Berita Lainnya:
Bahlil: Presiden akan Gelar Open House Dihadiri Para Menteri


“RUU Sisdiknas ini akan mendorong percepatan alih status PTN menjadi PTN Badan Hukum, (PTN-BH). Padahal dalam praktiknya, PTN-BH yang ada saat ini cenderung komersial sehingga makin sulit diakses oleh masyarakat kebanyakan,” jelas mereka.


Alasan ketujuh, dalam penerimaan mahasiswa baru, RUU Sisdiknas justru mengalami kemunduran dibandingkan dengan UU Pendidikan Tinggi yang memberikan perhatian khusus pada mereka yang tinggal di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T). Lalu, di sana juga tidak ada sikap yang jelas dari pemerintah mengenai wajib belajar itu gratis atau membayar.


Alasan kesembilan, dihilangkannya peran masyarakat melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kesepuluh, penyusun RUU ini sepertinya tidak mengerti adanya pembagian kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah.


Karena itu, Aliansi Peduli Pendidikan berharap RUU Sisdiknas yang akan mengatur nasib bangsa dan negara disusun secara cermat dengan melibatkan banyak pihak dan tidak tergesa-gesa. Menurut mereka, kerusakan dalam regulasi pendidikan itu berarti akan timbulnya kerusakan bangsa selama tiga generasi.


“Oleh karena itu kami dengan sangat memohon kepada Bapak Joko Widodo selaku Presiden RI untuk menunda pembahasan RUU Sisdiknas tersebut,” ucap mereka.

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi