Sabtu, 27/04/2024 - 11:56 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Bawaslu: Sejumlah Pasal UU Pemilu dan Pilkada Masih Multitafsir

ADVERTISEMENTS

Contoh multitafsir ini terkait peserta pemilu dibolehkan berkampanye di kampus.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

JAKARTA — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada masih terdapat celah multitafsir. Padahal, setahun lagi mas akampanye Pemilu 2024 bakal dimulai. 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menilai celah multitafsir ini akan menyulitkan proses penindakan pelanggaran. “Undang-undang Pemilu dan Undang-undang Pilkada masih banyak membuka ruang tafsir dan bersifat ambigu, termasuk dalam penegakan tindak pidana pemilu dalam Sentra Gakkumdu,” kata Bagja saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Sentra Gakkumdu di Jakarta, Senin (19/9/2022) malam.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
Berita Lainnya:
Menaker Sampaikan Peningkatan Perlindungan PMI di Saudi

Sebagai informasi, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu 2024 terdiri atas Bawaslu, Kejaksaan, dan Polri. Fungsinya untuk memproses kasus-kasus tindak pidana pemilu.

ADVERTISEMENTS

Bagja mengatakan, contoh multitafsir itu adalah pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy’ari beberapa waktu lalu yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di kampus. Bagi Bagja, berkampanye di tempat pendidikan jelas dilarang.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Perbedaan tafsir ini terjadi atas Pasal 280 ayat 1 huruf H Undang-undang Pemilu. Dalam poin H dinyatakan, “Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”.

Menurut Bagja, perbedaan tafsir terjadi kata penyambung dalam pasal tersebut menggunakan frasa ‘dan’, bukan ‘dan/atau’. Frasa ‘dan’ berarti larangannya komulatif. Sedangkan frasa ‘dan/atau’ berarti larangannya bersifat komulatif alternatif. “Perbedaan tafsir ini persoalan tersendiri dalam Sentra Gakkumdu,” kata Bagja.

Berita Lainnya:
Sidang Sengketa Pilpres, Ahli Hukum Administrasi: Pencalonan Gibran Tidak Sah

Menurut Bagja, perbedaan tafsir ini akan jadi tantangan tersendiri bagi Sentra Gakkumdu saat menindak pelanggaran pemilu. Apalagi, porses penindakan pelanggaran pemilu durasinya lebih singkat dibanding pelanggaran pidana.

Karena itu, ia berharap, dalam beberapa bulan ke depan, Sentra Gakkumdu bisa memiliki persamaan pemahaman dan membuat tafsiran seragam atas berbagai pasal multitafsir. “Harus ditemukan formulasi yang tepat untuk membuat tafsiran seragam, mulai dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota,” ujarnya.


Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi