Sabtu, 04/05/2024 - 07:12 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LIFESTYLE

Psikolog: KDRT Buka Kecenderungan Anak Alami Gangguan Mental

ADVERTISEMENTS

Anak yang kerap berada dalam situasi tertekan bisa terganggu otaknya.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

JAKARTA — Psikolog klinis Anggiastri Hanantyasari Utami dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan, kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan pasangan suami istri, baik itu suami kepada istri atau sebaliknya, memberi dampak buruk terhadap psikis anak yang menjadi saksi mata. KDRT memaparkan risiko anak terhadap gangguan kesehatan mental.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

“Anak cenderung memiliki kecenderungan mengalami gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), depresi bahkan pikiran atau perilaku yang mengarah pada upaya bunuh diri,” kata psikolog klinis Anggiastri Hanantyasari Utami dari Universitas Gadjah Mada, Selasa (11/10/2022).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga dapat memicu kecemasan dan ketakutan akan pengabaian oleh orang dewasa. Anggota Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu menjelaskan biasanya orang dewasa atau orang tua yang dalam kondisi tidak sehat secara mental akibat pertengkaran akan mempengaruhi pada bagaimana mereka merawat dan mengasuh anak.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh
Berita Lainnya:
Waduh, Kemenkes Konfirmasi Gejala DBD Berubah di Tubuh Penyintas Covid-19

Ada penelitian yang mengatakan bahwa sering menyaksikan atau berada pada situasi tertekan terus-menerus dapat membuat anak mengalami gangguan perkembangan pada otaknya. Sehingga mempengaruhi kemampuan berpikir, berbahasa, emosi dan perilaku, lanjut dia.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Tak hanya itu, perilaku agresif yang dilihat anak ketika kekerasan dalam rumah tangga terjadi di hadapannya bisa ditiru oleh buah hati, sehingga muncul kecenderungan kekerasan itu akan terulang lagi di masa depan. “Ketika anak sudah mencapai usia lima tahun ke atas, perilaku agresif yang ditunjukkan oleh orangtua dapat membuat anak meniru perilaku agresif tersebut dan diterapkan sebagai coping mechanism atau cara dia menyelesaikan masalah-masalahnya di kemudian hari,” jelas dia.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Senada dengan Anggiastri, psikolog klinis dewasa Annisa Prasetyo Ningrum dari Universitas Indonesia mengatakan KDRT dalam keluarga dapat menjadi pengalaman yang menyisakan trauma bagi anak. Sebab, keluarga yang seharusnya menjadi orang terdekat dan memberikan rasa aman malah menunjukkan kekerasan. Akibatnya, muncul rasa takut dan marah pada anak.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh
Berita Lainnya:
Jaga Kesehatan, Cermati Kandungan Gizi Saat Santap Hidangan Lebaran

“Pengalaman menyaksikan atau mengalami KDRT saat masa anak-anak sering menjadi salah satu faktor prediktor berkembangnya masalah perilaku, pengendalian emosi, atau masalah belajar di kemudian hari,” kata anggota Ikatan Psikologi Klinis Jawa Barat.

Langkah paling awal yang bisa dilakukan sebagai upaya pemulihan adalah mengusahakan anak berada di lingkungan yang membuatnya merasa aman. Menurut Annisa, butuh kerjasama dari keluarga, sekolah, lingkungan maupun tenaga kesehatan dalam proses pemulihan kondisi anak karena masing-masing anak menghayati peristiwa traumatis secara berbeda.

Dia mengatakan tidak ada yang bisa menjamin pengalaman yang serupa takkan terulang lagi di masa depan. Namun yang bisa dilakukan adalah berusaha membuat anak merasa aman dan nyaman sehingga mau terbuka dalam membahas apa yang dialami dan dirasakan dengan orang-orang terdekatnya. Orang-orang di sekitar anak juga harus membantu agar anak bisa belajar mengelola emosinya secara positif.

sumber : Antara

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi