Kasus Wanita Todong Paspamres, Pengamat Nilai BNPT Terlalu Bernafsu Memframing

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

BANDA ACEH –Pengamat terorisme Harits Abu Ulya menilai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terlalu bernafsu menggiring opini bahwa wanita berpistol yang menodong Paspampres di Istana Negara terafiliasi ormas terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

ADVERTISEMENTS

Harits menyebut menghubungkan penodong Paspampres dengan HTI tidak relevan. Sebab, HTI sudah lama dibubarkan pemerintah.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

“HTI udah bubar bukan? Jadi orang BNPT itu terlalu bernafsu untuk memframing. Tidak korelatif sama sekali, lagian di HTI tidak mungkin ada agenda-agenda seperti itu,” ujar Harits saat dihubungi wartawan, Kamis (27/10/2022).

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Harits justru menyebut wanita penodong Paspampres memiliki gangguan kejiwaan. Dia mendorong aparat yang berwenang memeriksa kejiwaan pelaku.

ADVERTISEMENTS

“Dilihat dari gesturenya itu sosok pribadi yang punya masalah kejiwaan. Perlu diperiksa psikologisnya. Bisa saja dia ‘mainan’ atau seperti dijadikan ‘alat simulasi’ oleh pihak tertentu terkait dengan isu keamanan,” ungkap Harits.

ADVERTISEMENTS

Selain itu, Harits menilai tindakan wanita itu bukan ancaman serius bagi keamanan negara. Sebab, senjata api yang digunakan merupakan pistol rakitan.

ADVERTISEMENTS

“Dengan pistol rakitan yang entah amunisinya itu bisa ditembakkan atau tidak. Jadi tidak perlu dibesar-besarkan dan membangun narasi yang tidak proporsional sama sekali,” ujarnya. 

ADVETISEMENTS

Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu menilai bahwa kemunculan permainan isu seperti ini sudah tidak lagi relevan jika digunakan.

“Kalau dimunculkan isu ISIS di balik tindakan itu, menurut saya narasi tersebut sudah kadaluwarsa,” katanya.

Terlebih, dia menilai peristiwa tersebut tergolong lucu, sebab momentumnya bertepatan pasca Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko bicara soal ancaman radikalisme dan jelang agenda G-20 di Pulau Bali. 

Sementara di sisi lain, kata Harits, realita yang sedang terjadi di Indonesia dihadapkan ancaman-ancaman yang lebih serius.

“Baik aspek keamanan (teroris separatis OPM), hukum (aparat penegak hukum yang hancur integritasnya), maupun ekonomi (ancaman resesi),” ujarnya.

Dia menegaskan bahwa perempuan tersebut hanyalah melintas bukan mencoba untuk menerobos.

“Itu semua lebih aktual dibanding kasus wanita yang melintas (sekali lagi bukan menerobos) arah ring 1 kawasan istana merdeka dengan tujuan yang tidak jelas. Mari kita waras mengeja realita,” tandasnya.[]

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version