Jumat, 26/04/2024 - 10:12 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Mengapa Harun Al-Rasyid Lebih Memilih Manuskrip dari Ganti Rugi Perang? 

ADVERTISEMENTS

Kepemimpinan Harun Al-Rasyid jadi puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

JAKARTA- Sultan Harun al-Rasyid (766-809) masih berumur muda saat menjadi penguasa Dinasti Abbasiyah yaitu 20 tahun. 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


Namun, karismanya sudah terbangun bahkan sebelum dirinya naik takhta. Sebagai putra Khalifah Muhammad al- Mahdi (745-785), ia tampil memukau dalam memimpin pasukan Muslimin untuk menggempur basis pertahanan Romawi Timur (Bizantium).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


Ia meraih kemenangan demi kemenangan sehingga musuh menyingkir jauh dari wilayah kekhalifahan.

ADVERTISEMENTS


Bahkan, Harun al-Rasyid dapat menguasai Ankara. Sedikit lagi mencapai jantung Bizantium, Konstan tinopel.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


Meskipun urung menaklukkan ibu kota lawan, ia tetap mendapatkan pengakuan sebagai pemenang. Ratu Irene Sarantapechaina (752-803) bersedia mengirimkan upeti berupa puluhan ribu keping emas per tahun kepada Baghdad.

Berita Lainnya:
Marak Krisis Rumah Tangga, Simak Gaya Bicara Rasulullah SAW Ini ke Para Istri Beliau


Bagaimanapun, Harun melihat ada lagi harta yang terpendam selain kemilau logam mulia.


Seperti diceritakan Roger Garaudy dalam Promes ses de l’Islam, sang pemimpin Muslim itu tak menuntut ganti kerugian perang kepada Bizantium. Ia hanya mendesak musuh untuk menyerahkan manuskrip-manuskrip kuno kepadanya.


Ratu Irene pun mematuhi persyaratan itu. Memang, berbeda kondisinya dengan negeri-negeri Islam kala itu. Barat masih terpuruk dalam stagnansi. 


Geliat intelektualnya kalah jauh dengan wilayah-wilayah Muslim, semisal Baghdad, Basrah, Damaskus, ataupun Andalusia. Peradaban Islam pada masa itu sangat condong pada literasi.


Menurut Roger Garaudy, para sultan menyokong perkembangan ilmu pengetahuan dengan sepenuh hati. 


Umat Islam terbuka terhadap warisan yang kaya dari kebudayaan-kebudayaan dunia yang berusia lebih tua semisal Yunani, Persia, atau China. 


Muslim menghidupkannya dan memperbaruinya dengan worldview yang sejalan Alquran dan sunnah. 

Berita Lainnya:
Rasulullah SAW Hingga Nabi Sulaiman Pernah Ditegur tak Ucapkan Insya Allah


Baca juga: Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat 


Sesungguhnya, 100 tahun pertama Dinasti Abbasiyah dipimpin para sultan yang mewujudkan kemajuan negeri. Khususnya, sejak zaman Khalifah al-Mahdi hingga Khalifah al-Muta wakkil (847-861). 


Bagaimanapun, era pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid merupakan tonggak penting dalam membuka progres itu lebih lanjut lagi. 


Puncak kejayaan Islam pada abad pertengahan dapat dikatakan bermula sejak masa kekuasaan dirinya serta kemudian anaknya, Abu al-‘Abbas Abdullah alias al-Ma’mun (786-833). Itu terjadi di belahan dunia timur. 


Pada saat yang bersamaan, di belahan dunia Barat, tepatnya Andalusia, peradaban Islam pun bersemi, terutama sejak kepemimpinan amir Kordoba, Abdurrahman II (792-852).    

sumber : Harian Republika

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi