Jumat, 26/04/2024 - 14:02 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

IN-DEPTH

Harapan Kepada 13 Kader Terbaik Muhammadiyah

ADVERTISEMENTS

13 kader, mengemban amanah Muhammadiyah

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

 Penulis:Prof DR Agus Suradika, Wakil Ketua PWM DKI Jakarta.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


Dalam suatu kesempatan ngobrol ringan di Pimpinan Cabang Muhammadiyah Tebet Timur, Jakarta Selatan beberapa tahun lalu ada pertanyaan agak serius: argumentasi apa yang dapat menjelaskan mengapa Muhammadiyah yang awal kelahiran sampai dengan awal 1990-an dipimpin oleh Kiyai Haji berlatar pesantren, kini lebih banyak dipimpin oleh para akademisi Islam berlatar kampus?.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


Jawaban saling bersahut dalam suasana riuh tapi santai itu amat beragam. Dari yang bergurau mengatakan bahwa pimpinan Muhammadiyah tidak layak menyandang sebutan Kiyai karena tidak berani melakukan poligami, sampai pada jawaban yang sangat serius yang mengusulkan agar dilakukan penelitian yang fokus pada masalah sosiologis tersebut. Dari obrolan santai itu seorang teman menyimpulkan bahwa pergeseran sebutan terjadi karena Muhammadiyah adalah organisasi dinamis yang terus bergerak menyikapi perkembangan zaman.

ADVERTISEMENTS


Pertanyaan itu menjadi semakin relevan melihat komposisi tiga belas Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022-2027 yang baru saja dipilih oleh para muktamirin, ketiga belas kader terbaik tersebut adalah Haedar Nashir, Abdul Mu’ti, Anwar Abbas, Busyro Muqoddas, Hilman Latief, Muhajir Effendi, Syamsul Anwar, Agung Danarto, Saad Ibrahim, Syafiq Mughni, Dadang Kahmad, Ahmad Dahlan Rais, dan Irwan Akib. Dilihat dari profesinya, seluruhnya  berlatar belakang akademisi yang mengajar di berbagai Perguruan Tinggi. Delapan di antaranya adalah doktor  dengan jabatan fungsional guru besar. Tidak ada satupun dari ketiga belas nama tersebut yang mencantumkan atau dicantumkan pada namanya sebutan Kiyai Haji. Hal ini mungkin terjadi  karena dua keadaan berikut ini.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


Pertama, secara sosiologis sapaan Kiyai Haji adalah sebutan lokal yang hampir tidak dikenal di belahan dunia lain, sedangkan Doktor, Magister, Doktorandus, dan Profesor adalah sebutan universal yang dikenal di seluruh belahan dunia. Dari sisi ini mungkin dapat dipahami bahwa Muhmmadiyah yang diawal kelahirannya adalah organisasi lokal yang wilayah operasionalnya terbatas di Yogyakarta kini telah bermetamorfosis menjadi organisasi berskala global yang aktifitas organisasinya menyebar ke seantero dunia di sejumlah cabang istimewa pada  berbagai negara. 


Kedua, Fakta sosiologis ini  menjadi bukti bahwa Muhammadiyah sebagaimana yang dicita-citakan KHA Dahlan  konsisten mengubah pendidikan dari yang berwatak sekuler yang memisahkan pendidikan agama dengan pendidikan umum menjadi pendidikan yang mengintegrasikan pengetahuan agama dan pengetahuan umum.  13 kader terbaik Muhammadiyah yang dipilih oleh muktamirin tersebut adalah kaum terpelajar yang  tidak hanya ahli di bidang keagamaan, tetapi juga pakar di bidang keilmuannya masing-masing. 


Selamat berkarya kepada  Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2022-2027. Di bawah kepemimpinan mereka, insya Allah Muhammadiyah akan terus bergeliat untuk memajukan Indonesia, mencerahkan semesta.


Wallhu a’lam bi al shawab 


Solo, 20 November 2022


 


 


 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi