Mengenal Dua Jenis Riba yang Sama-Sama Haram Hukumnya

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Riba terdapat pada jual beli dan pada sesuatu yang ditetapkan dalam tanggungan.

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Para ulama sepakat riba terdapat pada dua hal, yakni pada jual beli dan pada sesuatu yang ditetapkan dalam tanggungan berupa penjualan atau pinjaman atau hal yang selain itu.

ADVERTISEMENTS

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan, bahwa riba dalam tanggungan pun terdiri dari dua jenis yang telah disepakati. Yakni yang lazim disebut sebagai riba jahiliya yang dilarang. Sebab orang-orang jahiliyah dahulu biasa memberikan pinjaman dengan mengambil tambahan melalui penundaan pembayaran.

Mereka berkata, “Beri aku penundaan maka aku akan memberikan tambahan untukmu,”. Dan inilah yang dimaksud sabda Nabi yang beliau nyatakan dalam momentum haji wada, “Ala wa inna riba al-jahiliyyah maudhu’un wa awwalu ribban adho’ufu ribal-abbasi-bni abdil-muthallib,”. Yang artinya, “Ingatlah sesungguhnya riba jahiliyah itu telah dihapuskan, dan riba pertama yang aku hapuskan adalah riba al-Abbas bin Abdul Muthalib,”.

Kedua, jenis riba yang disinggung dalam hadits, “Hapuskan dan bersegeralah,”. Inilah yang lazim disebut riba nasi’ah yang diperselisihkan oleh para ulama. Adapun demikian, para ulama sepakat riba dalam jual beli juga terdiri dari dua jenis. Yakni riba nasi’ah atau riba dengan penundaan pembayaran, dan riba tafadhul atau riba dengan pelebihan pembayaran.

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS

Kecuali apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas terkait dengan pengingkarannya terhadap riba tafadhul berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya beliau bersabda, “La riba illa finnasi-ati,”. Yang artinya, “Tidak ada riba sama sekali kecuali pada riba nasi’ah,”.

Kedua jenis riba inilah yang dipegangi oleh mayoritas ulama ahli fikih. Karena jelas-jelas disinggung dalam riwayat Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, untuk memahami lebih lanjut tentang riba, ulama fikih membaginya menjadi empat bagian.

ADVERTISEMENTS

Pertama, tentang hal-hal yang tidak boleh ada selisih sebagai konsekuensi penundaan berikut penjelasan dan alasan-alasannya. Kedua, tentang hal-hal yang boleh ada selisih tetapi tidak boleh ada penundaan.

ADVERTISEMENTS

Ketiga, tentang hal-hal yang bisa dianggap satu macam. Keempat tentang hal-hal yang tidak bisa dianggap satu macam.

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version