Rabu, 29/05/2024 - 03:19 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Komen Kasus Sambo, Guru Besar Unkris Prof Gayus Sesalkan Street Justice yang Menimpanya

Dalam dunia peradilan atau dunia hukum, tidak boleh ada street justice.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses kepada Pemerintah Aceh

JAKARTA — Pernyataan Prof Gayus Lumbuun terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang ditayangkan sebuah stasiun televisi beberapa waktu lalu, menuai polemik publik. Terkesan bahwa pernyataan mantan Hakim Agung RI tersebut memberikan pembelaan terhadap tersangka Ferdy Sambo.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat & Sukses atas Pelantikan Pejabat di Pemerintah Aceh

Imbasnya, Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) tersebut pun menjadi korban street justice (pengadilan jalanan), yang menudingnya membela Ferdy Sambo. Meski street justice itu muncul di dunia maya, tak urung Prof Gayus menyampaikan penyesalannya.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

“Street justice itu sangat tidak baik karena orang tidak menguasai hukum, tapi hanya bisa memaki-maki, menghina, dan merendahkan orang lain. Street justice bisa menyesatkan publik,” kata Prof Gayus dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/1/2023).

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Street justice yang menimpa Prof Gayus itu bermula dari pernyataannya bahwa sebuah putusan pengadilan yang dilakukan oleh Majelis Hakim haruslah mengandung unsur keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Hal ini menjadi pertimbangan logis dari Majelis Hakim, pun terkait dengan kasus pembunuhan Brigadir J.

Dalam tayangan Karni Ilyas Club yang tayang di Youtube, Prof Gayus mengatakan, berdasarkan pernyataan jaksa penuntut umum (JPU) pemicu pertama pembunuhan terhadap Brigadir J adalah adanya telepon dari Putri Candrawati kepada Ferdy Sambo terkait dugaan adanya pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J. “Tentu menjadi pertanyaan, apakah FS punya keinginan membunuh tanpa adanya motif. Nah berita pelecehan seksual ini yang kemudian dijadikan sebagai motif pembunuhan,” kata dia.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Menguasai Teknik Transisi Video: Panduan Praktis Pelatihan Universitas BSI dan P4 Jakbar

Tetapi karena tidak ada bukti visum dan lainnya, maka semua pihak sepakat kalau pembunuhan itu terjadi bukan karena pelecehan. Bagi Prof Gayus, kalau JPU tidak bisa membuktikan dalil pelecehan, lantas apa motifnya? “Dasar dari sebuah pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) adalah bagian tertinggi yang harus dicermati. Tanpa dasar tidak akan terjadi,” kata Prof Gayus.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Prof Gayus melontarkan pertanyaan apa yang menjadi dasar Ferdy Sambo melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J? Beberapa waktu lalu pengacara keluarga Brigadir J mengatakan, kasus ini berkaitan dengan 303. “Saya tanyakan, apakah tersebut sudah diselidiki, ternyata belum. Di sinilah ada missed link. Kalau tidak diakui oleh JPU pembunuhan karena ada pelecehan, lantas apa dasarnya? Sampai hari ini tidak terungkap,” jelasnya.

ADVERTISEMENTS

Menurut Prof Gayus, semua terdakwa harus mendapatkan keadilan. Tidak serta merta dijatuhi hukuman tanpa kejelasan apa penyebab terjadinya pembunuhan itu.

ADVERTISEMENTS

Pernyataan tersebut kemudian menuai pro dan kontra yang pada akhirnya berujung munculnya street justice. Menyitir ucapan kriminolog UI Mulyana W. Kusumah, street justice itu diibaratkan geng pita kuning. “Di luar negeri street justice juga disebut sebagai geng pita kuning karena segala cacian itu dimuat di yellow news paper dan ini menyesatkan,” cetus Prog Gayus.

Berita Lainnya:
Viral 3 Ban Daihatsu Sigra Hilang saat Parkir di ITC Cempaka Mas

Karena itu, lanjut Prof Gayus, dalam dunia peradilan atau dunia hukum, tidak boleh ada street justice. Bagi dia, tidak boleh ada geng pita kuning di Indonesia karena sangat berbahaya, mempengaruhi pemikiran orang. “Sebab mereka yang menghina-hina, melontarkan caci maki belum tentu memahami konstruksi dan filosofi hukum sebenarnya. Kalau social justice (keadilan sosial) sah-sah saja,” imbuhnya.

Prof Gayus mengibaratkan bahwa pernyataannya terkait kasus pembunuhan Brigadir J sebagaimana halnya dengan filosofi seekor keledai yang dituntun bapak dan anak. Keledai jika dinaiki bapaknya, maka masyarakat akan menilai bapaknya kejam. Dinaiki anak, masyarakat akan menilai anaknya kurang ajar. Pun ketika keledai tidak dinaiki oleh keduanya atau bahkan dinaiki oleh bapak anak, tetap di mata masyarakat akan salah.

“Artinya bahwa dalam hidup ini, apapun yang kita lakukan tetap saja ada pro dan kontra. Tetap ada yang berpendapat berbeda-beda. Punya sudut pandang yang tidak sama dengan kita. Kita tidak mungkin dapat memenuhi semua saran orang,” kata Prof Gayus.

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi