Selasa, 21/05/2024 - 17:44 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Apakah Rasulullah SAW Pernah Bakukan Model Negara? Ini Jawaban Pakar Fikih Asal Afrika 

Rasulullah SAW menyerahkan format suatu negara ke rakyat masing-masing

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

 SURABAYA – Ulama ahli fikih asal Afrika, Prof Koutoub Moustapha Kano, menegaskan bahwa bentuk negara-negara modern sudah sesuai dengan ajaran Islam. 

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Menurut dia, hukum Islam bersifat dinamis dan bisa disesuaikan dengan konteks di wilayahnya masing-masing. 

“Hukum fikih memiliki keluasan yang bisa disesuaikan dengan konteksnya masing-masing,” ujar Prof Kano saat menyampaikan materi secara virtual dalam acara Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Senin (6/2/2023). 

Sekjen Council of Islamic Fiqh Afrika itu menjelaskan, bukan hanya soal negara modern yang mendapat legitimasi Islam, melainkan sifat dinamis Islam ini juga berlaku pada sistem ekonomi, sosial, dan sebagainya, asalkan sistem itu cocok dengan masyarakat setempat. 

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

“Bentuk negara Islam yang ideal ini semuanya bersifat ijtihad yang dinamis yang bisa berubah karena perbedaan adat, tradisi, dan sebagainya,” ucap dia.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Inilah Dua Penyakit Hati yang Disebutkan Bahayanya dalam Alquran

Dalam kesempatan tersebut, Prof Kano juga menegaskan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menentukan sebuah bentuk negara, seperti negara kerajaan, kebangsaan atau yang lainnya. 

Namun, menurut dia, Rasulullah SAW membuat sebuah kesepakatan yang dikenal dengan Piagam Madinah. 

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

“Piagam Madinah ada aturan hubungan antar manusia yang telah memilih hidup bersama di suatu negara. Ini contoh yang dilakukan Rasulullah,” kata dia. 

Dia juga menyinggung tentang sejarah Imam Syafi’i yang pernah membuat dua keputusan hukum, yaitu ketika di Baghdad dan Mesir. Keduanya sering disebut dengan istilah qaul qadim dan jadid. 

“Imam Syafi’i pernah memberikan jawaban yang berbeda karena perbedaan konteks ketika berada di Iraq dan Mesir,” jelas Prof Kano. 

Berita Lainnya:
Akan Berakhir, Cek Batas Waktu Puasa Syawal 

Baca juga: 4 Sosok Wanita yang Bisa Mengantarkan Seorang Mukmin ke Surga, Siapa Saja?  

Dia pun menjelaskan tentang lima maksud dibuatnya hukum syariah atau yang dikenal dengan istilah maqashidu syariah. 

Menurut dia, dibuatnya hukum Islam adalah untuk menjaga agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta. 

“Yang penting hukum tersebut bisa menjaga jiwa secara universal, menjaga harta Muslim atau non Muslim, dan sebagainya,” jelas dia. 

Dalam kesempatan tersebut, Prof Kano pun mengajak ulama dunia agar tidak pernah ragu untuk berijtihad. Karena, menurut dia, produk hukum yang dibuat berabad-abad yang lalu belum tentu cocok untuk diterapkan di masa kini.  “Jika ada hukum yang merusak stabilitas, maka jangan diadopsi,” tutupnya.   

 

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi