Selasa, 21/05/2024 - 06:23 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EROPAINTERNASIONAL

Sanksi Barat tak Membuat Rusia Akhiri Perang

MOSKOW — Beberapa pekan sebelum Rusia menginvasi Ukraina satu tahun lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berupaya memperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang konsekuensi ekonomi yang akan dihadapi negaranya. Namun ancaman AS tak membuat Rusia mundur. Pada 24 Februari ketika Kremlin memulai serangannya ke Ukraina, Amerika Serikat dan sekutunya telah siap melepaskan serangkaian sanksi dan pembatasan perdagangan yang ditujukan untuk melumpuhkan keuangan Rusia, mengisolasi ekonominya, dan membuat para elite yang berpihak pada Putin menjadi paria.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

Dampak awal dari sanksi tampak mematikan, menyebabkan rubel ambruk, sistem perbankan bergetar dan perusahaan di seluruh dunia berhenti mengekspor barang-barang penting ke Rusia. Tapi satu tahun kemudian, Rusia tetap lebih tangguh dari yang telah diprediksi, berkat ekspor minyak dan gasnya. Termasuk manuver cekatan oleh bank sentral dan rebound dalam perdagangan dengan Cina.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Sanksi Barat telah melukai ekonomi dan militer Rusia, serta menyebabkan gesekan di antara para elit. Tetapi sanksi ini tidak cukup untuk mengubah pendirian Putin dan mengakhiri perang.

Dalam sebuah laporan yang ditulis oleh sekelompok ekonom dan pakar Rusia dengan lebih dari 3.000 individu dan entitas yang dijatuhkan sanksi oleh AS saja, Rusia bisa menjadi negara yang paling banyak terkena sanksi “dalam sejarah manusia”. Kendati mengalami pelemahan ekonomi, Rusia terus melakukan serangan militernya di Ukraina.

Berita Lainnya:
IRGC Benarkan Temuan Diduga Puing Helikopter Presiden Iran

“Alih-alih pertumbuhan, kami mengalami penurunan. Tapi semua itu  jelas bukan keruntuhan, itu bukan bencana. Kami tidak dapat mengatakan bahwa ekonomi Rusia hancur, bahwa Putin kekurangan dana untuk melanjutkan perangnya.  Tidak, itu tidak benar,” kata mantan wakil ketua pertama bank sentral Rusia, Sergey Aleksashenko, dalam sebuah diskusi panel di Washington Januari lalu.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Negara Barat memberlakukan batasan keras pada ekspor energi Rusia. Awalnya Barat menghindari pembatasan ekapor energi, karena takut melumpuhkan Eropa dan memperburuk inflasi global.  Namun sejak awal Desember, pembatasan baru pada ekspor minyak Rusia telah membantu memperlebar defisit anggaran negara, sehingga mendorong langkah-langkah peningkatan pendapatan darurat oleh Kremlin dan berkontribusi pada penurunan rubel sebesar 19 persen.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Kepala Kantor Koordinasi Sanksi di Departemen Luar Negeri, James O’Brien, mengatakan, sanksi memenuhi tujuan mereka untuk menguras keuangan dan teknologi Rusia yang dibutuhkan untuk mendukung militernya. Tetapi langkah-langkah itu hanya salah satu alat untuk menghentikan perang.

“Mereka harus bekerja dengan alat lain. Saya pikir kami membatasi pilihan Rusia di medan perang, dan sumber daya mereka untuk memulihkan apa yang dilakukannya di medan perang. Dan itu, dikombinasikan dengan bantuan militer dan dukungan sipil untuk Ukraina, makanan (Ukraina) akan memenangkan perang ini,” ujar O’Brien, dilaporkan Washington Post, (15/2/2023).

ADVERTISEMENTS

Pada awal invasi, posisi Rusia tampak sangat buruk karena pemerintah negara Barat membekukan sebagian besar cadangan mata uang keras negara itu. Barat juga memberikan sanksi kepada lembaga keuangan dan mengeluarkan bank-bank besar Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT, yang merupakan tulang punggung perbankan global. Langkah-langkah tersebut memicu kepanikan finansial, serta mendorong antrean panjang di luar ATM karena warga Rusia khawatir mata uang rubel jatuh dan kekurangan uang tunai.

ADVERTISEMENTS

“Ada risiko nyata bank lari pada awal perang dan tak lama setelah sanksi diberlakukan,” kata mantan penasihat wakil ketua pertama Bank Sentral, Alexandra Prokopenko, yang sekarang tinggal di pengasingan di negara Barat.

Berita Lainnya:
Cameron: Menghentikan Pasokan Senjata ke Israel Hanya Akan Perkuat Hamas

Mantan perdana menteri Rusia, Mikhail Kasyanov menyatakan, pembekuan cadangan bank sentral akan membuat pemerintah kehilangan sarana untuk mendukung rubel. “Mereka akan menyalakan mesin cetak. Hiperinflasi dan malapetaka bagi perekonomian tidak jauh,” katanya.

Tetapi tindakan balasan cepat oleh bank sentral Rusia segera memulihkan stabilitas. Pejabat menutup pasar, menaikkan suku bunga utama menjadi 20 persen, dan memberlakukan pembatasan kejam pada pertukaran mata uang. Pemerintah juga membatasi penarikan, dan transfer mata uang keras ke luar negeri. Langkah-langkah tersebut telah memperkuat nilai mata uang rubel.

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
1 2 3

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi