Sabtu, 27/04/2024 - 11:56 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Komentar Singkat Jimmly Putusan Penundaan Pemilu PN Jakpus: Hakim Layak Dipecat

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Profesor Jimly Asshiddiqie meminta Mahkamah Agung (MA) memecat tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus)  yang memutuskan gugatan keperdataan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) atas Komisi Pemilihan Umum (KPU).

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Jimly menegaskan, tiga hakim pengadilan tingkat pertama itu fatal dalam amar putusannya dengan menghukum pihak tergugat, untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

“Hakimnya itu layak untuk dipecat saja,” begitu kata Jimly kepada Republika.co.id via pesan singkat, Kamis (2/3/2023).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara itu menjelaskan, sengketa antara Partai Prima dengan KPU tersebut, adalah keperdataan.

ADVERTISEMENTS

Hal itu sesuai dengan materi gugatan penggugat kepada tergugat. Namun sengketa keduanya itu, pun menyangkut dengan perkara kepemiliuan yang mempersoalkan proses verifikasi peserta pemilu. Dari verifikasi kepesertaan pemilu KPU memutuskan Partai PRIMA tak lolos ke Pemilu 2024.  

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Zulhas: Jokowi Keluarga PAN, PAN Keluarga Jokowi

Materi perkara tersebut, pun sebetulnya, kata Jimly, jika terjadi sengketa, penyelesaiannya, ada di ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). “Bukan ke pengadilan perdata,” terang Jimly.

Jika nantinya sengketa kepemiliuan antara keduanya itu berujung pada hasil pemilu, pun ada lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai kamar yadikatif penyelesaian perkaranya. Akan tetapi, kata Jimly, Partai PRIMA mengajukan gugatan keperdataannya terhadap KPU atas kerugian dari proses verifikasi peserta pemilu itu ke PN Jakpus.

Pun itu, Jimly menegaskan, sudah salah kaprah. “Hakimnya tidak profesional, dan tidak mengerti hukum sama sekali. Tidak mengerti hukum pemilu, tidak mampu membedakannya dengan urusan private (keperdataan), dan yang menjadi urusan publik,” begitu kata Jimly menegaskan.

Baca juga: Sulit Khusyu Ketika Sholat? Ini 3 Kiat yang Diajarkan Syekh As Syadzili

Peradilan keperdataan, kata Jimly, mewajibkan para hakimnya untuk membatasi diri pada putusan yang hanya mengikat antara si penggugat dan si tergugat. Dengan tak mengikat pihak lain yang tak ada sangkut-pautnya dengan sengketa keduanya.

Berita Lainnya:
Kisah Nyata, Bule Amerika Ini Mengalami Kejadian di Luar Nalar Ketika Berada Depan Ka'bah

Sedangkan masalah pemilu, dikatakan Jimly, menyangkut tentang semua warga negara. “Sanksi (putusan) dari keperdataan itu, juga cukup seperti ganti-kerugian, atau yang lain, yang tidak menyangkut hak-hak orang lain. Bukan malah memutuskan menunda pemilu, yang tegas itu (pemilu) adalah hak masyarakat, dan merupakan kewenangan KPU sebagai penyelanggara (pemiu),” begitu kata Jimly.

Jimly, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu meminta agar KPU selaku tergugat dalam perkara tersebut mengajukan banding.

Pun kata Jimly, agar semua pihak memastikan pemantauan proses perlawanan hukum atas putusan salah dari sengketa ajuan Partai Prima itu. “Putusan PN Jakarta Pusat ini harus diajukan banding. Dan bila perlu sampai ke kasasi (di Mahkamah Agung). Kita awasi dan tunggu sampai inkrah,” begitu kata Jimly.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi