Jumat, 03/05/2024 - 19:59 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LIFESTYLE

Apa Kaitan Hobi Makan dan Kesehatan Mental? Ternyata…

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Hubungan seseorang dengan makanan tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada orang yang terobsesi pada makanan tertentu, menyantap beberapa jenis makanan untuk mendapat efek emosional, atau yang makan dengan perasaan bersalah.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

Makan bukan hanya tentang mendapat “bahan bakar” tubuh dan memenuhi kebutuhan nutrisi penting. Nyatanya, seseorang perlu memiliki hubungan yang sehat dengan makanan, termasuk memiliki perilaku makan yang sehat bagi tubuh.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Dikutip dari laman Hindustan Times, Rabu (20/9/2023), seseorang dapat memeriksa apakah hubungannya dengan makanan sudah sehat dengan mencermati beberapa hal. Pertama, periksa apakah kebiasaan makan sudah selaras dengan isyarat tubuh.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Artinya, seseorang sudah sadar kapan merasa lapar, kapan tidak lapar, dan kapan merasa kenyang setelah menyantap makanan tertentu. Selanjutnya, hubungan itu bisa ditinjau dari jumlah dan variasi makanan yang tepat dari semua kelompok makanan.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh

 

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Kecanduan Free Fire Sampai Tantrum, Apakah Bocil Pasti Korban Salah Asuh?

Tanda lain, periksa apakah sudah merasa nyaman saat makan sendiri maupun bersama orang lain. Tanyakan pada diri sendiri apakah sudah mampu menikmati makanan apa pun, tanpa dihantui perasaan bersalah atau muncul ketakutan yang mendominasi hidup.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Jika banyak jawaban dari pertanyaan itu adalah “tidak” atau “belum”, seseorang mungkin perlu berupaya meningkatkan hubungan baik dengan makanan. Alasannya, banyaknya jawaban “tidak” menunjukkan bahwa seseorang mungkin menggunakan makanan sebagai mekanisme penanggulangan emosi negatif.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Masalahnya, hal ini memicu pusat penghargaan di otak. Artinya meskipun seseorang merasa lebih baik, perilaku ini menjadi diperkuat, sehingga dia cenderung terus makan sebagai respons terhadap emosi negatif. Makan secara emosional dan tidak terkontrol lebih mungkin dikaitkan dengan gejala gangguan makan dan kualitas pola makan yang lebih buruk. Termasuk, lebih sedikit asupan sayur-sayuran dan lebih banyak asupan makanan rendah nutrisi.

Sementara, sebuah tinjauan studi tentang kecanduan makanan dan kesehatan mental menemukan bahwa pola makan sehat dikaitkan dengan risiko lebih rendah adanya gangguan makan dan kecanduan makanan.

Berita Lainnya:
Dokter Gizi: Hindari Daging dan Gorengan Setelah Lebaran

Bagaimana mengembangkan hubungan baik dengan makanan? Seseorang bisa memulai dengan menuliskan kapan dan di mana dia makan dan minum, dengan siapa, sambil melakukan apa, dan bagaimana perasaan terhadap semua hal tersebut. Hal ini membantu meningkatkan kesadaran akan emosi termasuk stres, kecemasan, depresi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi makan dan minum.

Selanjutnya, berlatih makan dengan penuh kesadaran. Menjadi sadar berarti meluangkan waktu untuk memeriksa apakah Anda benar-benar lapar, atau apakah itu akibat tergiur melihat makanan, dipicu oleh bau yang tercium dari toko atau kafe, atau “rasa lapar emosional”.

Pelajari pula kebutuhan nutrisi dan pelajari mengapa tubuh membutuhkan vitamin dan mineral tertentu. Tak perlu mengategorikan makanan sebagai “baik” atau “buruk”, sebab menghindari sama sekali menyantap makanan “buruk” membuat semakin menginginkannya.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi