Jumat, 03/05/2024 - 17:20 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

50 Tahun Malari, Jurnalis Mochtar Lubis ke Paris Saat Pasar Senen Dibakar Massa

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Peristiwa Malari tahun ini berumur 50 tahun. Ada banyak faset yang bisa kembali ditengok dari salah satu peristiwa kerusuhan terbesar di awal Orde Baru itu. Sejumlah buku dan para tokoh yang terdampaknya pun sudah sempat memaparkan peristiwa itu dari sudut pandang mereka. 

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

Tentu saja pandangan mereka ini ada yang berbeda maupun sama dengan dua tokoh utama dari peristiwa itu, yakni Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia saat itu, Hariman Siregar, dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Soemitro, yang juga sudah dibukukan.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Republika kali ini mencoba melihat dari sudut pandang jurnalis senior ketika itu, Mochtar Lubis. Penulis biografi Mochtar Lubis, David T Hill, mencatatkan satu bab khusus soal Malari di dalam bukunya yang berjudul ‘Jurnalisme dan Politik di Indonesia, Biografi Kritis Mochtar Lubis (1922-2004) Sebagai Pemimpin Redaksi dan Pengarang’.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Berikut cuplikannya:

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh

 

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Koran-koran moderat dan oposisi seperti Abadi, Harian KAMI, dan Indonesia Raya semakin mencerca strategi pembangunan ekonomi pemerintah. Di samping keragu-raguannya praktik investasi Jepang dan hubungan pemodal Tionghoa dengan perwira-perwira militer terkemuka. 

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Selama tahun 1973 (koran) Indonesia Raya mengemukakan keprihatinannya terhadap lemahnya penegakan hukum dan ‘penyederhanaan’atas oposisi yang menjadi hanya dua partai politik. Koran itu juga mengimbau kaum kaya untuk tidak memamerkan kekayaan dan ‘hidup sederhana’ saja. 

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh
Berita Lainnya:
Soal Gugatan Diskualifikasi Prabowo-Gibran di MK, Pakar Sebut Pertimbangan Psikologis Publik

Sebagaimana telah dicatat Atmakusumah, dalam tajuk rencana, tulisan, dan ‘rubrik pojok’, Indonesia Raya mendukung kecaman mahasiswa dan intelektual terhadap korupsi dan politik ekonomi pemerintah, yang mereka lihat telah memerlebar celah antara kaya dan miskin, memromosikan investasi modal asing ‘yang bukan pilihan’, dan menguntungkan ‘warga negara Indonesia keturunan asing’-yang secara tersirat berarti orang Tionghoa.

Pada bulan Maret, karena frustrasi atas tidak adanya tindakan parlemen terhadap korupsi, tajuk rencana Indonesia Raya bertanya secara retorika, ‘apakah mahasiswa dan orang muda perlu diperintah agar kembali turun ke jalan seperti tujuh tahun lalu?” 

Kecamannya terhadap ‘lobi Jepang’, Asisten pribadi Presiden (khususnya Soedjono Hoemardani), salah urus ekonomi, kebijakan investasi asing, nepotisme di dalam pemerintah bertambah tajam dalam tiga bulan terakhir tahun 1973. 

Bersamaan dengan koran-koran lain seperti Mahasiswa Indonesia, Indonesia Raya memandang baik kegiatan-kegiatan Jenderal Soemitro, walaupun Mochtar Lubis mengatakan kemudian bahwa ia ‘tidak merasa kami [Indonesia Raya] berkolaborasi dengan Soemitro.” Dalam menjalani persaingan pahit dengan Jenderal Ali Murtopo, Soemitro menuai simpati di kampus-kampus di Jawa ketika mengadakan perjalanan keliling secara kilat bulan November 1973.

Keterbukaannya kepada mahasiswa memberi kesan adanya simpati tingkat tinggi untuk reformasi. Pada foto yang dimuat di halaman depan Indonesia Raya dari diskusi bersahabat bersama penulis drama pembangkang Rendra, Soemitro mengklaim dengan membangkitkan harapan, kalau tidak samar-samar, bahwa bulan April 1974 akan menyambut ‘pola baru kepemimpinan.”

Mochtar Lubis menyarankan agar Yayasan Indonesia (yang menerbitkan majalah sastra Horison) mengadakan seminar mengenai untung-rugi penanaman modal asing di Indonesia. Dengan Mochtar sebagai pemimpin seminar pada 30 November, para pembicara mencakup wakil presiden pertama RI Mohammad Hatta bersama kalangan akademisi liberal yang dihormati seperti Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.

Awal Januari 1974 para mahasiswa menyuarakan tiga tuntutan utama: Pembubaran Asisten Pribadi Presiden, penurunan harga-harga, dan pemberantasan korupsi. Wakil Pemimpin Redaksi Indonesia Raya Enggak Bahau’ddin mengkritik pidato Tahun Baru Presiden karena menghindari keluh kesah sentral masyarakat, seperti dugaan bahwa orang yang paling diuntungkan ‘pembangunan’ adalah ‘pejabat-pejabat tinggi dan keluarga mereka. 

Enggak Bahau’ddin menulis dengan nada sarkastis, ‘orang yang menyusun pidato Presiden lupa menyinggung masalah ini.’ Pernyataan Suharto bahwa modal Jepang dan asing lainnya tidak membuat negara terlilit utang, hal itu sama sekali ‘tidak benar,’ ia berseru. 

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi