Rabu, 01/05/2024 - 08:37 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EKONOMIENERGI

Divestasi Vale Masih Dalam Negosiasi, Ini Saran Ekonom

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Proses divestasi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) saat ini masih dalam tahap negosiasi harga. Dalam proses negosiasi tersebut, ekonom dari UGM Fahmy Radhi mengingatkan agar pemerintah tidak perlu terburu-buru mencapai kesepakatan sebelum pemilu. Menurutnya, divestasi dan pemilu tidak memiliki keterkaitan langsung.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Divestasi Vale memiliki tenggat waktu hingga akhir tahun ini, untuk itu tetap harus ditetapkan batas waktu tertentu agar prosesnya tidak berlarut-larut. Namun, jangan pula terburu-buru mengejar kesepakatan sebelum pemilu karena tidak memiliki keterkaitan.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

“Keputusan divestasi Vale tidak berhubungan langsung dengan pemilu, tetapi targetnya kan 2024. Maka yang penting ditetapkan bulan tertentu di 2024 ini. Tidak ada hubungannya dengan Pemilu,” ujarnya.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Pasalnya, hingga kini negosiasi masih alot perkara harga yang ditawarkan Vale dan yang disanggupi pemerintah. Sebelumnya telah beredar informasi bahwa pemerintah menginginkan harga divestasi 14 persen saham Vale senilai Rp 2.500-2.800 per saham atau sekitar 40 persen lebih rendah dibandingkan dengan harga saham saat ini. 

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
Presiden Sebut Putusan MK Penting Buktikan Pemerintah tidak Bersalah

 

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Harga dari pemerintah lebih rendah yang dibandingkan keinginan Vale yang dikabarkan menginginkan harga sekitar Rp 4.600 per saham. Fahmy menegaskan, tidak fair jika Vale Indonesia menawarkan sesuai harga pasar kepada pemerintah. Pasalnya, proses divestasi ini seharusnya bisa menempatkan pemerintah, melalui MIND ID sebagai mitra strategis.

“Saya kira Indonesia memiliki bargaining power yang cukup kuat, karena izin Vale berakhir 2025. Jadi kalau tidak mau harga sekian ya (izinnya) tidak diperpanjang. Mereka pasti akan menyetujui, tetapi sampai sekarang belum diputuskan,” tegasnya.

Setelah proses divestasi selesai, maka diharapkan Vale Indonesia bisa berkontribusi lebih besar pada negara melalui dividen. Pemerintah Indonesia pun bisa ikut andil dalam pengambilan keputusan di dalam tubuh Vale.

Dengan begitu, meski porsi kepemilikan pemerintah masih di bawah 51 persen sudah cukup menguntungkan bagi Indonesia. “Yang paling penting harganya kalau pakai harga pasar tidak fair. Karena tambangnya adalah tambang Indonesia,” tegas dia.

Berita Lainnya:
UGM Kelola Kesehatan Mental Bagi Mahasiswa Calon Dokter Spesialis

Sementara itu, Anggota Komisi VII Fraksi PKS Mulyanto juga mengingatkan agar pemerintah tidak terburu-buru mengejar divestasi rampung sebelum pemilu 14 Februari. Menurutnya  pemilu dan divestasi Vale tidak memiliki keterkaitan. Untuk itu, Indonesia pun bisa mendapatkan harga yang terbaik dari proses divestasi ini.

Dia menyebutkan tujuan dari divestasi Vale ke MIND ID diharapkan bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada Indonesia dan memenuhi mandat UU Minerba. Apalagi tambang Vale berada di bumi Indonesia selama lebih dari 50 tahun.

“Tentunya semakin murah semakin menguntungkan kita. Kalau memang tidak menguntungkan kita saya minta pemerintah sebaiknya tidak memperpanjang izin Vale,” tambahnya.

Sebelumnya Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan Menteri BUMN Erick Thohir  bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan masih harus bernegosiasi kembali dengan Vale.

“Harusnya dalam seminggu ini kita akan sepakati harga saja,” katanya.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi