Jumat, 03/05/2024 - 00:11 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LIFESTYLE

Anak Perempuan Lebih Rentan Merasa ‘Jelek’ Dibanding Anak Laki, Apa Penyebabnya?

ADVERTISEMENTS

JAKARTA — Sebuah studi menyatakan anak perempuan terutamanya remaja, berpotensi enam kali lebih sering mengalami gangguan dismorfik tubuh. Gangguan yang lebih dikenal dengan istilah Body Dysmorphic Disorder (BDD) ini dapat memberi dampak negatif pada kualitas hidup anak.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Dilansir laman Medical Daily pada Senin (1/4/2024), gangguan dismordik tubuh merupakan suatu kondisi kesehatan mental di mana penderitanya merasa terdapat kekurangan pada fisiknya dan dipikirkan secara berlebihan. Dalam studi tersebut, penyakit mental itu mampu membuat penderitanya merasakan emosi negatif yang berdampak signifikan pada kualitas hidup. Kondisi tersebut sering kali tidak terdeteksi dan penderitanya sulit mendapatkan pengobatan pada usia mudanya.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Profesor Psikolog dari Universitas College London Georgina Krebs menyebut biasanya penderita mengalami gejala seperti berpikir berlebihan tentang kekurangan atau kecacatan tubuh yang mungkin dirasa tidak penting oleh orang lain. Gejala lainnya, yaitu penderita berulang kali memeriksa penampilannya di depan cermin atau mengambil foto dirinya (selfie) sambil mengalami serangan panik saat melihat kekurangan pada dirinya, merasa malu atau jijik pada tubuhnya, merasa takut karena berpikir orang lain akan menatap, menghakimi atau mengolok tubuhnya.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
Berita Lainnya:
Tenggorokan Nyeri, Kapan Harus Curiga Itu Gejala Kanker?
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Krebs yang juga menjabat sebagai pemimpin Peneliti Georgina Krebs itu mengatakan gejala selanjutnya adalah timbul rasa memerlukan prosedur medis berulang, seperti bedah kosmetik, untuk memperbaiki kekurangannya hingga pikiran untuk menyakiti diri sendiri. Penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Tapi para ahli percaya bahwa faktor-faktor seperti genetika, struktur otak, pengaruh budaya, dan riwayat pengalaman masa kecil yang buruk termasuk pelecehan, penelantaran, atau intimidasi dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi tersebut.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh

 

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

“Karena orang-orang muda dengan BDD cenderung tidak secara spontan mengungkapkan gejala-gejala mereka kecuali jika ditanya secara langsung, maka sangat penting bagi dokter untuk menggunakan alat skrining BDD dan bertanya langsung kepada orang-orang muda tentang masalah penampilan mereka,” kata Krebs.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Lebih lanjut melalui studi terbarunya, ia menganalisis data lebih dari 7.600 anak-anak dan remaja yang menjadi bagian dari survei kesehatan di Inggris. Survei tersebut mencakup pertanyaan mengenai apakah anak tersebut pernah mengalami kekhawatiran tentang penampilannya. Responden yang menjawab sedikit atau banyak menjalani pemeriksaan tambahan untuk gangguan dismorfik tubuh.

Berita Lainnya:
Hidupnya Tinggal Sebentar, Ibu Ini Jalani Cangkok Ginjal Babi-Pasang Alat Pompa Jantung

Hasil yang diterbitkan dalam Journal of American Academy of Child and Adolescent Psychiatry menunjukkan bahwa gangguan dismorfik tubuh memengaruhi 1,8 persen anak perempuan dibandingkan 0,3 persen anak laki-laki. Para peneliti mencatat sekitar 70 persen anak-anak yang didiagnosis dengan BDD juga mengalami setidaknya satu gangguan psikologis lain seperti kecemasan dan depresi. Sehingga pasien muda dinilai memerlukan skrining gangguan kecemasan dan depresi hingga penyakit penyerta.

Kemudian sekitar setengah atau 42 persen orang-orang dengan BDD melaporkan tindakan menyakiti diri sendiri atau upaya bunuh diri, dibandingkan dengan hanya persen persen di antara mereka yang tidak mengalami gangguan tersebut. “Keasyikan penampilan merupakan fenomena klinis yang signifikan, terkait dengan morbiditas substansial. Diperlukan untuk meningkatkan kesadaran akan BDD, meningkatkan praktik skrining, dan mengurangi hambatan terhadap pengobatan berbasis bukti,” kata para peneliti.

 

sumber : Antara

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi