Setelah kematian Khomeini pada Juni 1989, Majelis Ahli (majelis ulama) memilih Ali Khamenei menjadi Pemimpin Tertinggi yang baru, meskipun ia belum mencapai pangkat yang disyaratkan di antara ulama Syiah yang ditetapkan oleh konstitusi.
Untuk memperbaiki situasi ini, konstitusi diamandemen yang menyatakan bahwa Pemimpin Tertinggi harus menunjukkan “ilmuwan Islam”, yang memungkinkan Ali Khamenei terpilih. Dia juga diangkat dalam semalam dari pangkat ulama Hujjatul Islam menjadi ayatullah.
Konstitusi Iran juga diubah untuk menghapuskan jabatan perdana menteri dan memberikan wewenang yang lebih besar kepada presiden. Keempat presiden yang menjabat di bawah Ayatollah Khamenei sejak saat itu masing-masing mengajukan tantangan terhadap otoritasnya tanpa melemahkan Republik Islam.
Sejak menjabat sebagai pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamanei menjadi otokrat terlama kedua di Timur Tengah, setelah Sultan Qaboos dari Oman. Selain itu, ia menduduki peringkat kedua sebagai pemimpin Iran yang paling lama menjabat pada abad lalu, setelah Shah Mohammed Reza Pahlavi.
Dalam perannya sebagai pemimpin tertinggi, Khamenei memegang otoritas konstitusional atas peradilan, angkatan bersenjata serta elit Garda Revolusi, dan media yang dikendalikan negara.
Dilansir dari BBC, Ali Khamenei juga mempunyai keputusan akhir mengenai semua aspek urusan luar negeri Iran. Dia tetap curiga terhadap hubungan dengan Barat, khususnya Amerika Serikat.
Pada 1981 ketika menjadi presiden, dia menentukan arah kepemimpinannya dengan bersumpah untuk membasmi “penyimpangan, liberalisme, dan kelompok kiri yang dipengaruhi Amerika”.
Ketika AS membunuh jenderal berpengaruh Iran Qasem Soleimani – sekutu dekat dan teman pribadinya – dalam serangan pesawat tak berawak di Irak pada Januari 2020, Ayatullah Khamenei akhirnya menjanjikan “balas dendam yang hebat”.
Dia menyebut serangan rudal balistik balasan Iran terhadap dua pangkalan Irak yang menampung pasukan AS merupakan “tamparan di wajah” bagi Amerika. Namun dia menekankan bahwa “aksi militer seperti ini tidak cukup”.
“Yang penting adalah mengakhiri kehadiran Amerika yang korup di kawasan ini,” ujarnya.
Ayatullah Ali Khamanei juga berulang kali menyerukan penghapusan Negara Israel. Pada 2018, ia menggambarkan negara tersebut sebagai “tumor kanker” yang harus diangkat dari wilayah tersebut.
Sumber: Republika