UPDATE

DUNIA
INTERNASIONALTIMUR TENGAH

Pejabat Iran: Setiap Komandan Syahid, Ancaman bagi Israel Makin Besar

TAHERAN –  Seorang mantan kepala IRGC memperingatkan bahwa pembunuhan yang ditargetkan Israel terhadap komandan Perlawanan hanya akan mempercepat kejatuhannya, dengan alasan bahwa para pemimpin tersebut mewakili seluruh bangsa, bukan pemerintah.

Anggota Dewan Kebijaksanaan Iran, Mohsen Rezaei, menegaskan bahwa strategi Israel yang menargetkan para pemimpin gerakan Perlawanan di kawasan justru akan berbalik menjadi ancaman bagi keberlangsungan negara tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Rezaei saat menghadiri pemakaman syuhada Iran yang tak dikenal di Kerman, Senin (24/11), sebagaimana dilansir kantor berita Mehr.

Rezaei menyebut Tel Aviv keliru jika meyakini bahwa pembunuhan para komandan perlawanan akan melemahkan kekuatan regional. Menurutnya, setiap tokoh yang gugur “membawa Israel selangkah lebih dekat ke kehancurannya sendiri” karena mereka adalah pemimpin yang tumbuh dari dukungan rakyat, bukan sekadar pejabat yang ditunjuk negara.

Pernyataan tersebut muncul setelah Israel melancarkan serangan ke kawasan permukiman di Dahiyeh, selatan Beirut, pada Minggu. Serangan itu menewaskan sedikitnya lima orang, termasuk komandan senior Hizbullah, Haytham Ali Tabatabai, dan empat pejuang lainnya. Selain korban tewas, 28 warga dilaporkan terluka, termasuk perempuan dan anak-anak.

Rezaei juga menyinggung situasi di Lebanon yang menurutnya semakin kuat meskipun pemimpin Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah, telah gugur. Ia menambahkan bahwa Iran tidak mengintervensi kebijakan negara lain, namun memperingatkan agar Perlawanan Lebanon mengevaluasi kembali strategi kesabaran karena dinilai telah dimanfaatkan Israel.

Dalam kesempatan yang sama, Rezaei menyoroti perang 12 hari antara Iran dan Israel beberapa waktu lalu. Ia menilai keteguhan rakyat menjadi faktor penentu yang mencegah Iran mengalami penjajahan seperti di era Perang Dunia. “Tanpa pengorbanan publik, negara ini dapat menghadapi konsekuensi yang jauh lebih buruk,” ujarnya.

Konflik tersebut bermula pada 13 Juni, ketika Israel melancarkan agresi yang disebut Iran sebagai tindakan terang-terangan tanpa alasan, di tengah proses negosiasi nuklir antara Teheran dan Washington. Serangan itu menewaskan lebih dari seribu orang, termasuk komandan militer, ilmuwan nuklir, dan warga sipil.

Amerika Serikat disebut ikut terlibat dengan membombardir tiga fasilitas nuklir Iran—aksi yang dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Sebagai balasan, militer Iran menyerang sejumlah lokasi penting di wilayah pendudukan dan Pangkalan Udara Al-Udeid di Qatar yang merupakan fasilitas militer terbesar AS di Asia Barat.

Agresi berhenti pada 24 Juni setelah Iran mengklaim berhasil melakukan operasi pembalasan yang memaksa Israel dan AS menghentikan serangan mereka.[]

author avatar
Hamdani Researcher
Executive Writer di Harian Aceh Indonesia

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.