PERNYATAAN Randy Fine, anggota Kongres Amerika Serikat, yang menyerukan penggunaan bom nuklir di Jalur Gaza, merupakan puncak dari dekadensi moral dan kemanusiaan yang semakin merajalela di panggung politik global saat ini.
Ketika seorang pejabat tinggi dari negara yang mengklaim diri sebagai pelindung demokrasi dan HAM dapat mengucapkan seruan genosida secara terbuka tanpa kecaman berarti dari komunitas internasional, kita patut mempertanyakan apakah nilai-nilai tersebut masih memiliki makna, ataukah telah berubah menjadi jargon kosong yang digunakan hanya untuk membenarkan kepentingan politik dan ekonomi pihak tertentu.
Ucapan Fine tidak hanya mencerminkan kebencian yang akut, tetapi juga menunjukkan betapa lemahnya sistem internasional dalam menjaga keadilan dan kemanusiaan, terutama ketika yang menjadi korban adalah rakyat Muslim Palestina.
Ironisnya, ketika seruan destruktif semacam itu menggema, para pemimpin negeri-negeri Muslim justru memilih bungkam. Tidak terdengar suara lantang yang mengecam secara tegas, tidak ada inisiatif politik yang nyata untuk memberikan perlindungan atau bahkan tekanan diplomatik terhadap kejahatan yang terjadi.
Dunia Islam, dengan segala potensi kekayaan alam, sumber daya manusia, serta kekuatan strategisnya, justru tampak lumpuh dan tak berdaya. Hal ini menegaskan satu fakta mendasar: ketiadaan kepemimpinan politik global umat Islam merupakan salah satu penyebab utama mengapa umat ini terus menjadi korban.
Ketika kita menelaah lebih dalam, kondisi ini adalah buah dari sistem internasional sekuler yang mengakar pada ideologi kapitalisme. Dalam sistem ini, nilai manusia diukur dari manfaat dan kepentingan.
Kehidupan anak-anak Palestina, perempuan yang terbunuh, dan bangunan-bangunan yang luluh lantak, semuanya dianggap sebagai collateral damage atau kerugian sampingan. Tidak ada ruang bagi belas kasih, sebab sistem ini dibangun bukan atas dasar kemanusiaan universal, tetapi pada logika untung-rugi dan kepentingan hegemonik. Kapitalisme memproduksi ketidakadilan sebagai bagian inheren dari keberlangsungannya.
Di tengah situasi global yang demikian suram, Islam hadir sebagai cahaya yang seharusnya mampu menjadi solusi. Islam telah mengatur dengan sangat rinci bagaimana nyawa manusia harus dijaga, bahkan di medan perang sekalipun.
Rasulullah ﷺ tidak hanya menetapkan aturan-aturan itu secara normatif, tetapi mencontohkannya secara praktis dalam setiap peperangan yang beliau pimpin. Aturan Islam yang melarang pembunuhan terhadap non-kombatan, penghancuran fasilitas publik, serta perusakan alam, merupakan bukti bahwa Islam mengedepankan kemanusiaan bahkan dalam konteks konflik bersenjata. Aturan ini tidak bersifat utopis, sebab ia diterapkan secara nyata oleh para Khalifah setelah Rasulullah ﷺ wafat, dari masa Khulafaur Rasyidin hingga Daulah Utsmaniyah.
Keberhasilan para Khalifah dalam menerapkan hukum Islam tidak hanya membawa stabilitas dan keadilan bagi kaum Muslim, tetapi juga bagi non-Muslim yang hidup di bawah naungannya.
Dalam sejarah, kaum Yahudi dan Nasrani yang tinggal di wilayah kekuasaan Khilafah tidak hanya dilindungi, tetapi juga diberikan hak-hak sipil yang tidak mereka peroleh di negeri-negeri Kristen Eropa pada masa itu.
Mereka memilih hidup di bawah Khilafah karena merasa aman dan sejahtera. Ini menunjukkan bahwa Islam, ketika diterapkan secara kaffah dalam bentuk institusi negara, bukan hanya membawa manfaat bagi umat Islam, tetapi menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Ketiadaan Khilafah hari ini menjadi sebab mendasar dari lemahnya umat Islam dalam menghadapi berbagai bentuk kezaliman dan agresi. Tanpa Khilafah, umat Islam tidak memiliki junnah, atau perisai, yang mampu melindungi darah, kehormatan, dan harta mereka.
Sekat-sekat nasionalisme yang ditanamkan oleh penjajah pasca-keruntuhan Khilafah telah memecah belah umat menjadi lebih dari 50 negara yang saling berkompetisi, bahkan tidak jarang saling bermusuhan.
Nasionalisme telah menggantikan ukhuwah Islamiyah sebagai landasan relasi antarnegara Muslim, dan ini menjadi penghalang utama untuk membentuk kekuatan kolektif dalam melawan ketidakadilan global.
Rasulullah ﷺ telah mengingatkan umat bahwa keberadaan seorang Imam atau Khalifah adalah suatu keharusan, bukan pilihan. Beliau bersabda bahwa Khalifah adalah perisai bagi umat.
Dalam sejarah, peran ini benar-benar dijalankan oleh para Khalifah yang memimpin umat Islam. Ketika satu wilayah Muslim diserang, seluruh wilayah Khilafah merespons secara militer dan diplomatik.
Ini adalah bentuk solidaritas nyata yang tidak mungkin dilakukan dalam sistem negara-bangsa yang ada hari ini.
Negara-negara Muslim saat ini lebih sibuk menjalin hubungan dengan negara-negara adidaya, menandatangani perjanjian perdagangan, dan menjaga stabilitas politik dalam negeri yang rapuh, ketimbang bersatu membela kaum Muslim yang dizalimi.
Oleh karena itu, perjuangan umat Islam hari ini tidak bisa berhenti pada aktivitas filantropis seperti donasi atau sekadar mengirim bantuan kemanusiaan. Meskipun kegiatan tersebut penting, ia tidak cukup untuk menghentikan akar persoalan.
Umat Islam harus membangkitkan kesadaran politik dan ideologis mereka, menyadari bahwa tanpa penerapan Islam secara kaffah, penderitaan umat tidak akan berakhir.
Sistem Islam yang menyeluruh mencakup aspek spiritual, hukum, ekonomi, pendidikan, hingga politik. Hanya dengan sistem inilah, keadilan yang sejati bisa ditegakkan.
Namun perjuangan untuk menegakkan Islam kaffah tidak bisa dilakukan oleh individu secara terpisah. Ia adalah proyek kolektif umat yang memerlukan sinergi dalam barisan dakwah yang terorganisir.
Dakwah ini harus dilakukan dengan metode yang telah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ, yakni membina umat melalui pemikiran Islam yang benar, membongkar kebatilan sistem yang ada, dan mempersiapkan umat untuk menerima dan menegakkan kembali sistem Islam dalam kehidupan nyata.
Ini bukan perjuangan reaktif, melainkan perjuangan strategis yang berlandaskan pada pemahaman ideologis yang mendalam.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 104, bahwa harus ada sekelompok umat yang secara khusus menjalankan tugas amar ma’ruf nahi mungkar.
Inilah landasan penting dari keberadaan kelompok dakwah yang konsisten menyuarakan pentingnya penerapan Islam kaffah, sekalipun mendapat tentangan atau stigma dari berbagai pihak.
Kelompok inilah yang harus menjadi pengarah umat, penjaga kesadaran kolektif, dan pembawa obor perjuangan yang akan menerangi jalan menuju kebangkitan umat.
Di sisi lain, sistem-sistem yang saat ini diandalkan oleh umat Islam, seperti demokrasi dan nasionalisme, justru menjadi penghalang utama dalam mewujudkan persatuan dan kemuliaan umat.
Demokrasi telah menjadi alat bagi kekuatan sekuler untuk mengatur umat Islam sesuai dengan kepentingan mereka.
Nasionalisme menciptakan sekat-sekat yang mematikan semangat ukhuwah. Sistem ini bukan solusi, melainkan bagian dari masalah yang harus disadari dan ditinggalkan.
Maka satu-satunya jalan yang tersisa dan realistis adalah kembali kepada Islam, bukan sekadar sebagai agama spiritual, tetapi sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh.
Inilah makna dari Islam kaffah yang sesungguhnya. Islam kaffah tidak cukup dimaknai sebagai praktik ibadah individu semata, tetapi sebagai penerapan seluruh aspek kehidupan berdasarkan hukum Allah.
Dan ini hanya bisa diwujudkan melalui institusi Khilafah yang dibangun di atas manhaj kenabian.
Khilafah bukanlah mimpi kosong atau utopia. Ia adalah sistem pemerintahan yang telah terbukti eksis dan berhasil mengatur dunia selama lebih dari 13 abad.
Ia telah menjadi peradaban global yang memberi kontribusi besar dalam ilmu pengetahuan, seni, budaya, serta menciptakan tatanan sosial yang adil dan harmonis.
Bahkan, Khilafah adalah janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah ﷺ yang pasti akan terwujud, sebagaimana dalam hadits yang menyebutkan bahwa setelah masa pemerintahan diktator dan kerajaan zalim, akan kembali tegak Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Sudah saatnya umat ini menyudahi ketergantungan pada solusi-solusi palsu yang ditawarkan oleh sistem kapitalisme global.
Umat harus berhenti berharap pada para pemimpin yang tidak peduli terhadap penderitaan saudaranya.
Umat harus bangkit, menyadari peran mereka dalam sejarah besar ini, dan menyatukan langkah dalam perjuangan ideologis yang serius untuk menegakkan Khilafah.
Hanya dengan jalan inilah, kemuliaan umat akan terwujud, dan Islam kembali menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam bish-shawab.































































































PALING DIKOMENTARI
Rosan Roeslani Bongkar Akal-akalan Keuangan…
Apa itu Rehabilitasi dan Tujuannya
Kabar Gembira, Bustami Hamzah Resmi…
Buni Yani: Gugatan Ijazah SMA…
Viral 3I/ATLAS Benda Asing Luar…
KOMENTAR
Semoga tidak ada kaitannya dengan Bobby Nasution
Innalillahi wainna ilaihi raji'un.. semoga kehadiran negara dalam bencana bisa…
In sya Allah, tetap rakyat yang akan menanggung nya. Hahahaha...
Kita do'akan semoga kejaksaan bisa menangkap Buronan satu ini.
Hahaha. tingkat khayalan NASA merusak akal sehat umat manusia. NASA…