UPDATE

LINGKUNGAN
LINGKUNGAN

Hentikan Siklus Banjir, Aceh Harus Miliki Keberanian Politik

Topik Berita: Bencana Sumatera

Bencana Sumatera

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Heboh KSAD Maruli Simanjuntak Ngutang Bangun Jembatan Aceh Jaminannya Tentara, Purbaya Sampai Kaget!

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Hentikan Siklus Banjir, Aceh Harus Miliki Keberanian Politik

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Viral! Bupati Aceh Utara Pertanyakan Presiden Tak Datang ke Daerahnya ‘Apa Tidak Tahu Kami Kebanjiran?’

BANDA ACEHBanjir bandang di Aceh tidak hadir sebagai kejutan. Ia datang sebagai akibat yang lama disiapkan, dibentuk oleh kebijakan yang menggerus hulu dan menutup mata pada peringatan ekologis.

Hujan hanya menjadi pemicu terakhir dari serangkaian keputusan yang menjadikan kehancuran sebagai proses yang sah dan berulang.

Dalam dua dekade terakhir, benteng alami Aceh terkikis secara sistematis. Tutupan hutan alam Aceh menyusut lebih dari 400 ribu hektare sejak awal 2000-an, terutama di kawasan hulu sungai dan daerah tangkapan air yang seharusnya steril dari aktivitas ekstraktif (Forest Watch Indonesia, 2023).

Hutan yang hilang itu bukan sekadar pepohonan, melainkan sistem penahan air, pengikat tanah, dan penunda bencana. Ketika hutan dibuka, air kehilangan ruang untuk tinggal dan mulai berlari tanpa kendali menuju hilir.

Kerusakan hulu semakin dipercepat oleh kehadiran tambang dan ekspansi sawit. Catatan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Aceh menunjukkan puluhan izin pertambangan berada di wilayah yang beririsan langsung dengan daerah aliran sungai utama, sebagian besar berbentuk tambang terbuka yang menghilangkan lapisan tanah penyerap air (JATAM Aceh, 2023).

Berita Lainnya:
Ambisi Tanam Sawit di Papua Kala Bencana Landa Sumatra, WALHI: Prabowo Tak Punya Hati

Pada saat yang sama, luas perkebunan sawit di Aceh telah melampaui 450 ribu hektare, termasuk di kawasan penyangga ekosistem dan hulu sungai (BPS Aceh, 2023). Meski tampak hijau dari kejauhan, sawit monokultur menciptakan tanah yang miskin daya serap, mempercepat limpasan, dan menambah beban sungai.

Akumulasi kerusakan di hulu memaksa sungai-sungai Aceh menanggung beban yang tidak pernah dirancang untuk mereka pikul. Sedimentasi meningkat, alur sungai dangkal dan menyempit, kapasitas alami runtuh. Hujan dengan intensitas yang dulu masih dapat ditoleransi kini berubah menjadi banjir bandang dalam hitungan jam.

Namun perhatian selalu tertuju ke hilir: rumah yang hanyut, jalan yang putus, sawah yang tertimbun lumpur. Hulu kembali luput dari sorotan, seolah tidak pernah berperan dalam bencana yang terus berulang.

Respons yang muncul nyaris selalu sama yakni normalisasi sungai, pembangunan tanggul, bantuan darurat, dan janji pemulihan. Semua itu penting, tetapi semuanya datang terlambat dan salah arah. Tidak ada sungai yang mampu menampung air dari hulu yang terus dirusak. Selama tambang dan sawit dibiarkan bekerja di kawasan tangkapan air, setiap upaya penanganan di hilir hanyalah biaya untuk menunda bencana berikutnya.

Berita Lainnya:
Banjir Bandang Bireuen Sapu Puluhan Rumah, Ketua DPD AGPAII Kehilangan Tempat Tinggal

Jika Aceh ingin keluar dari siklus banjir bandang, perbaikan harus dimulai dari hulu dengan keberanian politik yang nyata.

Penertiban tambang dan sawit di kawasan hulu dan daerah aliran sungai kritis tidak bisa lagi ditawar. Audit lingkungan terhadap izin-izin lama harus dilakukan secara terbuka, dan pencabutan izin bagi aktivitas yang terbukti merusak kawasan tangkapan air harus menjadi langkah korektif, bukan pengecualian.

Pemulihan hutan mesti dipahami sebagai pembangunan infrastruktur ekologis, bukan sekadar proyek tanam simbolik, dengan melibatkan masyarakat lokal dan adat sebagai penjaga utama hulu.

Perubahan iklim membuat hujan ekstrem semakin sering dan intens. Dalam kondisi hulu yang sehat, hujan adalah berkah. Dalam kondisi hulu yang dirusak, hujan menjadi ancaman yang mematikan. Banjir bandang di Aceh adalah cermin dari pilihan-pilihan kita sendiri.

Jika kehancuran terus berulang, itu bukan karena kita tidak tahu, melainkan karena kita memilih membiarkannya. Air hanya menyempurnakan apa yang lebih dulu kita hancurkan.(*)

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.