Jumat, 03/05/2024 - 13:40 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

KPPPA Kawal Kasasi atas Vonis Bebas Terdakwa Pelecehan Seksual di UNRI

ADVERTISEMENTS

Hakim seharusnya mempertimbangkan relasi tak setara laki-laki dan perempuan.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

 JAKARTA — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengawal penyusunan permohonan Kasasi atas putusan bebas terdakwa kasus pelecehan seksual di Universitas Riau (UNRI). Hal ini sebagai upaya memberikan keadilan dan pemenuhan hak kepada korban.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan, Margareth Robin Korwa menyatakan ketimpangan di Indonesia masih terjadi, khususnya terkait isu perempuan dan anak. Salah satunya adalah kasus kekerasan seksual yang masih subur di lingkungan perguruan tinggi yang memprihatinkan. 

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

“Kekerasan di perguruan tinggi kerap terjadi dan tidak tertangani dengan semestinya,” kata Margareth dalam keterangan pers, Ahad (17/4/2022).

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh

Margareth menegaskan dalam konteks kasus pelecehan seksual di UNRI, hakim melakukan diskriminasi terhadap saksi korban kekerasan seksual (L). Padahal sudah sepatutnya saksi korban diberikan perlindungan sebagaimana mestinya.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

“Relasi hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak setara juga patut dipertimbangkan oleh hakim dalam memutus perkara,” ujar Margareth. 

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh
Berita Lainnya:
Bambang Widjojanto Walk Out saat Eddy Hiariej Beri Keterangan di MK


Margareth melanjutkan, dalam memutuskan perkara hakim dinilai masih “gagap gender”. Hal ini menjadi faktor yang harus diperhatikan dalam menangani kasus kekerasan seksual ke depannya. 

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh


“Ini masih menjadi perjalanan panjang bagi kita untuk mendorong agar hakim-hakim dalam memutus perkara itu memakai perspektif yang jernih terhadap ketidakadilan yang dialami perempuan. Banyak hakim yang masih kurang memahami atau mengenali perspektif gender, mereka memutus perkara hanya berdasarkan undang-undang, namun tidak menggunakan rasa keadilan sebagai landasan filosofis di dalam memutuskan perkara,” ucap Margareth.


Margareth juga mengutarakan terkait dengan kekurangan alat bukti saksi dalam kasus UNRI. Ia menyarankan majelis hakim menggunakan tafsir dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa saksi tidak harus melihat, mendengar dan mengalami tindak pidana. 


“Sebab dalam kasus pencabulan dan persetubuhan hampir mustahil ada saksi yang melihat dan mendengar peristiwa pidana kecuali saksi korban,” ungkap Margareth. 


Komisioner Komisi Kejaksaan Ressi Anna mendapatkan informasi bahwa putusan kasus pelecehan di UNRI membebaskan pelaku dikarenakan alat bukti memang minim. Padahal, pelecehan dengan sentuhan dan verbal tersebut terkadang tidak ada alat bukti. 

Berita Lainnya:
Seorang Wanita Ditemukan Tewas di Apartemen Jardin Bandung, Diduga Dibunuh


“Di sini diperlukan sensitivitas dari hakim yang memiliki keyakinan,” sebut Ressi. 


Ressi menegaskan meski putusan telah ditetapkan, proses penyusunan Kasasi harus dikawal sebaik mungkin. “Tujuannya agar mendapatkan hasil yang terbaik untuk keadilan dan pemenuhan hak perempuan korban kekerasan,” kata Ressi. 


Saksi ahli, Ahmad Sofian, menyayangkan tafsir klasik yang digunakan oleh Pengadilan Negeri Riau dalam memberikan putusan. Hal tersebut dikarenakan tafsir klasik terbatas pada ancaman kekerasan fisik saja. Ia mengingatkan hakim menggunakan tafsir hukum progresif yang lebih melihat perkembangan terbaru doktrin hukum pidana. 


“Dalam tafsir hukum progresif, tafsir atas unsur tertentu didasarkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan juga perkembangan teori-teori, sehingga mampu menafsirkan ancaman kekerasan termasuk didalamnya ancaman kekerasan fisik dan relasi kuasa,” ungkap Ahmad.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi