Dirundung hampir setiap hari bukanlah hal yang diinginkannya.
“Si Gendut”. Julukan itu membuat Rintan Aprilia Permana mengalami depresi. Di sekolah, di lingkungan bermainnya, siswa kelas 1 SMAN 1 Citeureup, Kabupaten Bogor bullying atau perundungan yang diterimanya ini membuatnya malu.
Menurut Rintan, dirundung di wilayah yang berbeda membuat hidupnya tidak menyenangkan. Gadis berkacamata ini kerap mengalami depresi berjepanjangan. Bahkan, dia pun sempat enggan kembali ke sekolah.
Lambat laun, dirinya mencoba menuangkan pengalamannya menjadi korban perundungan dengan menulis berbagai buku bertema “Bullying”. Ia merasa, dengan prestasi yang dimilikinya bisa membuktikan jika orang yang memiliki kekurangan juga memiliki prestasi di baliknya.
Dia menuturkan, dirundung hampir setiap hari bukanlah hal yang diinginkannya. Maka, dengan bakat yang dimilikinya, Rintan mengaku, mampu membuktikan jika korban perundungan juga memiliki prestasi.
“Saya dan khususnya korban bullying yang ada di Indonesia, tidak usah minder. Buktikan saja bahwa kita mampu, lebih dari mereka yang membully, tunjukan kelebihannya,” tuturnya.
Sedikit demi sedikit, Rintan berhasil menuangkan pengalamannya ke 12 buku karangannya. Beberapa buku bertema Bullying yang mampu dirinya tuangkan berjudul Bullying is Never Fun, Say No to Bullying, Hands Up, Bullying is Cruel, dan The Meaning of Bullying.
Dia tak sendiri, pihak SMAN 1 Citeureup juga membantunya mencetak buku-buku berisi curahan hatinya sebagai korban perundungan. Dirinya berharap, 12 buku karyanya tersebut bisa dibaca semua orang.
Apalagi kepada korban perundungan yang masih mengalami depresi, dengan melihat pesan dan motivasi tertuang didalam buku karangannya. “Mudah-mudahan buku saya bermanfaat bagi banyak orang, khususnya korban bullying, jangan patah semangat dan terus berkarya dan buktikan kita bisa,” kata Rintan.
Gadis yang bercita-cita sebagai TNI ini pun, merupakan atlet silat berprestasi di sekolahnya. Berbagai ajang baik di Kabupaten Bogor maupun Provinsi telah dia ikuti. Meskipun sebelumnya, dia sempat minder lantaran tubuh yang terbilang gemuk.
“Awal ikut silat sih saya minder, banyak yang cemooh saya bahwa saya tidak akan bisa ikut kejenjang atlet. Namun semakin ke sini, kembali saya buktikan, saya bisa, dan akhirnya menjadi perwakilan sekolah untuk ajang silat,” ucapnya.
Kasus perundungan yang sempat dialami Rintan pun menjadi perhatian dari Dewan Pendidikan (Wandik) Kabupaten Bogor, Siti Mahnin. Menurut Mahnin, sifat anak didik dalam menghadapi suatu masalah pasti berbeda-beda.
“Kalau bullying, ada yang mentalnya kuat, ada yang nggak kuat. Nah, yang nggak kuat ini perlu penanganan,” ucapnya.
Meski sulit dicegah, Wandik Kabupaten Bogor akan segera berkoordinasi ke sekolah-sekolah di Bumi Tegar beriman. Serta memberikan rekomendasi agar tidak ada lagi kasus perundungan yang menimpa anak didik.
Menurutnya, sekolah harus benar-benar memberikan edukasi terkait perundungan. Warga sekolah baik guru dan tenaga lainnya jug harus berkoordinasi.
Misalnya, ketika ada anak yang menjadi korban perundungan, harus segera melapor ke guru. Para guru pun harus perhatian dan sensitif terkait keadaan anak didik, karena dikhawatirkan ada siswa yang tidak berani melapor ke guru.
“Guru harusnya lebih sensitif muridnya begini begitu. Nanti akan disarankan oleh Wandik ketika kami turun ke sekolah. Karena kami hanya bisa memberikan rekomendasi, di antaranya mengedukasi dan pengawasan,” pungkas Mahnin.
Sumber: Republika