Sabtu, 04/05/2024 - 19:07 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Logika Hukumnya Ngaco, RKUHP Harus Ditolak!

ADVERTISEMENTS

BANDA ACEH – Logika hukum dalam RKUHP, terutama terkait pasal pemidanaan bagi “penghina”  pejabat publik, mulai dari presiden, wakil presiden hingga bupati dan anggota DPR dinilai ngaco dan harus ditolak.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

Ketua Komite Eksekutif KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) Adhie M. Massardi secara tegas menyatakan bahwa RKHUP (Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang draf finalnya sudah diserahkan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej mewakili pemerintah kepada DPR RI harus ditolak, dan dibahas lagi secara terbuka di publik.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Alasannya, karena logika hukum yang dipakai dalam RKUHP itu sudah kacau. Terutama pada pasal-pasal pemidanaan bagi yang dianggap ‘menghina’ pejabat publik, mulai dari presiden, wakil presiden, gubernur, bupati, walikota, anggota legislatif (DPR/DPRD), bahkan juga polisi.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Adhie memberi contoh Pasal 353 yang berbunyi, “setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh

Menurut Adhie, logika ngaco terbaca pada penjelasan pasal 353 tersebut, yakni “ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati, oleh karena itu perbuatan menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga tersebut dipidana berdasarkan ketentuan ini. Kekuasaan umum atau lembaga negara dalam ketentuan ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, polisi, jaksa, gubernur, atau bupati/walikota.”

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Jokowi Akhirnya Perintahkan Bentuk Satgas Judi Online

“Kita jangan bahas dulu pemidanaan kepada orang yang divonis menghina presiden dan wakil presiden yang konon ancamannya lebih dari 3 tahun penjara, yang lebih ngaco lagi,” katanya kepada Kantor berita Politik RMOL, Senin (11/7).

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Di Sini Ngaconya

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Jubir Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang kegeramannya pada RKUHP juga disampaikan melalui puisi berjudul Sajak untuk Melawan Undang-undang ini mencatat 4 (empat) hal yang mencerminkan kengacoan acuan pembuatan RKUHP ini.

Pertama, karena sejak awal draft RKUHP ini tidak transparan, ada kemungkinan pembuatannya mengabaikan hierarki tata hukum di negara kita yang harus mengacu kepada 1. Pancasila, 2. UUD 1945, dan 3. Tap MPR.

Kedua, rakyat sudah sepakat menetapkan pemerintahan ini berjalan dalam koridor demokrasi. Untuk itu rakyat membiayai sangat mahal demokrasi elektoral (pemilu) sebagai prosesi penobatan pejabat publik, mulai dari presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, juga anggota legislatif (DPR dan DPRD).

Biaya (finansial dan sosial) untuk menyelenggarakan demokrasi elektoral ini merupakan “investasi” (saham) rakyat pada sistem kekuasaan pemerintahan. Memang mahal.

Berita Lainnya:
Panitia Mengaku Kecewa dengan Isi Khutbah Untung Cahyono Saat Shalat Id hingga Buat Jemaah Bubar

Apalagi pada 2019 rakyat harus “membayar” dengan sekitar seribu (kurang lebih 1000) nyawa anggota masyarakat yang turus menjalankan tugas nyelenggarakan pemilu. Semua itu dimaksud agar rakyat memiliki kekuasaan untuk mengontrol jalannya kekuasaan pemerintahan. Ini pelajaran demokrasi paling elementer.

Ketiga, rakyat Indonesia itu sangat heterogen dalam berbagai hal: etnis, bahasa, budaya, agama, golongan, dll. Maka dalam melakukan kontrol dan pengawasan, juga kritik, bias sangat multi cara. Maka ada kemungkinan pejabat publik dari etnis, agama, suku dan udaya berbeda bisa merasa dihina dengan kritikan rakyat. Bisa mengadu kepada polisi, dan polisi bisa menjarakan si pengeritik.

Keempat, jika ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati, bukan mengancan pidana rakyat yang notabene pemegang saham terbesar dalam sistem kekuasaan pemerintahan demokrasi.

Melainkan memperketat pengawasan kepada para pejabat publik untuk menjalankan amanat undang-undang secara konsiten, agar rakyat sebagai pemegang saham terbesar mempercayai si pejabat untuk memanggku jabatan yang lebih tinggi.

UU Etika Pejabat Publik Jauh Lebih Penting

Menurut Adhie, memaksa rakyat untuk menghormati kekuasaan umum atau lembaga negara dengan berbagai ancaman (hukum) seperti tercantum dalam RKUHP ini benar-benar anti-logika. Melawan ketentuan dan tradisi/kebiasaan ketatanegaraan negara demokrasi di seluruh dunia. “Karena itu, lebih brutal dari pemerintahan zaman kolonial.”

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi