“Meski usaha yang saya rintis ini masih skala kecil, tapi saya sudah mengurus semua perizinannya, termasuk mengurus cukai tembakau dari Bea Cukai, jadi cerutu yang saya produksi ini legal dan ikut memberi andil terhadap penadapat negara dari cukai tembakau” jelasnya.
Satu hal yang masih dikeluhkan oleh Sri Waluyo adalah minimnya publikasi dari usaha yang ditekuninya ini, sehingga produk yang dihasilkannya masih terbatas pemasarannya.
“Maunya ada yang nulis tentang usaha saya dan teman-teman produsen olahan tembakau di Gayo ini supaya produk kami semakin dikenal di luar daerah, selama ini saya baru sebatas meperkenalkan produk ini kepada pera relasi dan mempromosikannya melalui beberapa even pameran, tapi itu belum cukup, butuh publikasi yang lebih luas, karena untuk kualitas, saya berani menjaminnya,” pungkasnya.
Respon positif terhadap munculnya industri rokok dan cerutu di Aceh Tengah ini, diberikan oleh Kepala Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Aceh, Dr. Fuadi. Selain bisa menjadi potensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan ekonomi dan mendongkrak pendapatan negara (melalui cukai temabakau), hadirnya perusahaan rokok dan cerutu di Gayo ini juga bisa meminimalisir perdaran rokok ilegal di Aceh.
“Rokok produksi lokal ini dijual dengan harga terjangkau, ini bisa mencegah dan meminimalisir beredarnya rokok ilegal yang sangat merugikan negara” ungkap Fuadi, Jum’at (22/7/2022) di Banda Aceh.
Senada dengan Sri Waluyo, Fuadi juga berharap media lebih sering mengekspos tentang rokok dan cerutu Gayo ini supaya produk lokal ini semakin dikenal oleh masyarakat dan jangkauan pemasarannya makin luas, baik di dalam maupun diluar Aceh.
“Beberapa produk rokok dari Aceh dan Gayo ini sudah mulai menembus pasar di Bandung, Cilacap, Lampung dan Padang, tapi ironisnya di Aceh sendiri masih belum banyak yang mengenalnya, itulah sebabnya perlu bantuan rekan-rekan media untuk membantu publikasinya, agar produk ini lebih dikenal dan jangkauan pasarnya bisa diperluas” sambungnya.
Dari data statistik pertanian tahun 2022, luas areal pertanaman tembakau di kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2022 adalah seluas 185 hektar dengan produksi 900 ton. Sekitar 40 persen produksi tembakau tersebut, saat ini terserap oleh industri rokok dan cerutu di daerah ini, selebihnya dipasarkan dalam bentuk olahan tembakau rajang baik berupa tembakau hijau maupun tembakau kuning.[]