Israel telah menunda rencana untuk mengizinkan warga Palestina terbang ke Turki
YERUSALEM — Israel telah menunda rencana untuk mengizinkan warga Palestina yang tinggal di wilayah pendudukan Tepi Barat untuk terbang ke Turki dari Bandara Ramon di Israel selatan. Penundaan ini diumumkan sehari sebelum penerbangan pertama dilanjutkan.
Awal bulan ini, Otoritas Bandara Israel mengumumkan bahwa warga Palestina yang tinggal di wilayah pendudukan Tepi Barat dapat melakukan perjalanan ke luar negeri dengan penerbangan tujuan Antalya dan Istanbul dari Bandara Ramon. Bandara ini terletak di dekat Kota Eilat di Laut Merah.
Penerbangan pertama dijadwalkan lepas landas pada 22 Agustus. Namun, menurut surat kabar Times of Israel, Otoritas Bandara Israel merilis pernyataan yang mengatakan bahwa, rencana tersebut telah ditunda. Otoritas Bandara Israel akan menetapkan tanggal baru untuk penerbangan pertama. Namun pernyataan itu tidak mengungkapkan alasan penundaan tersebut.
Rencana izin terbang ini mendapatkan penolakan dari para pejabat di Kota Ramallah, Tepi Barat. Menurut mereka, rencana tersebut tidak dibahas dan dikoordinasikan dengan Otoritas Palestina (PA). Hal ini adalah contoh bahwa, Israel mengabaikan hak rakyat Palestina atas bandara berdaulat mereka sendiri.
Bulan lalu, laporan media Israel menyatakan, rencana izin terbang tersebut akan berlaku dengan syarat Otoritas Palestina mencabut tuntutan hukum terhadap Tel Aviv di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Bandara Ramon dibuka tiga tahun lalu, dan telah berupaya untuk menarik banyak perhatian dan bisnis internasional. Hal ini dilaporkan menjadi alasan Israel mengizinkan warga Palestina yang tinggal Tepi Barat untuk bepergian ke luar negeri melalui Bandara Ramon.
“Israel gagal mengubah Bandara Ramon menjadi terminal internasional. Sekarang, Israel menawarkan kepada kita sesuatu yang tidak berhasil untuk mereka. Ini mengingatkan saya pada vaksin virus korona. Israel menawari kami (vaksin Covid-19) karena tanggal kedaluwarsa sudah dekat,” ujar seorang pejabat Palestina yang berbicara dengan Yerusalem Post.
Sumber: Republika