Sabtu, 04/05/2024 - 11:48 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LIFESTYLE

Segera Deteksi Dini Kanker Serviks, Dokter: Jangan Tunggu Sampai Bergejala

ADVERTISEMENTS

Deteks dini menjadi upaya mencegah terjadinya kanker serviks.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

 JAKARTA — Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Dr. dr. Tofan Widya Utami, Sp.OG Subsp Onk, meminta para perempuan sesegera mungkin melakukan upaya pencegahan dan deteksi dini kanker serviks, dan jangan menunggu hingga gejala atau tanda muncul. “Jangan menunggu gejala. Kita harus waspada bahwa ini bisa saja sudah terjadi kanker serviks tapi belum ada gejala apapun,” kata dokter dari Rumah Sakit Universitas Indonesia itu dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Jumat (7/10/2022).

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah


Tofan mengatakan bahwa kemunculan gejala biasanya menandakan penyakit kanker serviks sudah berkembang menjadi stadium lanjut. Berdasarkan pengalamannya di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Tofan mengatakan banyak ditemukan pasien kanker serviks tanpa gejala yang rupanya telah stadium lanjut atau sekitar 77,9 persen kasus.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh


“Itu ironis sekali. Kenapa? Karena sebetulnya ini sangat bisa dicegah dan disembuhkan dalam fase pra-kanker,” katanya.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh


Ia menjelaskan bahwa kanker serviks tidak terjadi secara tiba-tiba. Infeksi virus HPV (human papillomavirus), virus penyebab kanker serviks, dapat berkembang hingga menjadi suatu lesi atau simtom membutuhkan waktu tahunan. Virus tersebut pada dasarnya dapat ditemukan di mana-mana. HPV menjadi berbahaya dan berubah menjadi penyakit apabila terjadi persistensi atau hidup berkepanjangan di serviks (leher rahim) atau sekitarnya.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Pertama di Dunia: Ibu Asal AS Pasang Alat Pompa Jantung, Jalani Transplantasi Ginjal Babi


Tofan menyebutkan, setiap perempuan yang sudah aktif secara seksual memiliki risiko terinfeksi HPV di sepanjang hidupnya sebesar 50-80 persen. Apabila persistensi tidak terjadi, kemudian individu tetap menjaga imunitas dan menjalankan gaya hidup seimbang, maka akan terjadi clearence atau pembersihan dengan sendirinya.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terdapat tiga langkah intervensi yang dapat dilakukan, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Tofan mengatakan di masa saat ini yang terpenting yaitu pencegahan primer dan sekunder, mengingat tersier berarti dapat dikatakan terlambat mengingat sudah dalam tahap pengobatan.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh


Adapun pencegahan primer dapat berupa vaksinasi HPV dan promosi kesehatan melalui edukasi. Vaksinasi yang paling baik sebenarnya pada perempuan yang belum terpapar HPV atau belum pernah melakukan hubungan seksual. Meski demikian, Indonesia masih mendorong untuk dilakukan vaksinasi HPV antara 10 hingga 55 tahun.


Sementara pencegahan sekunder yaitu deteksi dini yang terdiri dari skrining dan diagnosis. Tofan mengatakan skrining merupakan komponen deteksi dini dengan melakukan penapisan pada semua perempuan yang belum memiliki gejala sama sekali.

Berita Lainnya:
Kembar Siam Tertua di Dunia Wafat, Hidup dengan Tempurung Kepala Menempel Selama 62 Tahun


Deteksi dini memiliki banyak modalitas atau metode yang bisa dilakukan perempuan, di antaranya pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat) yang sudah dicanangkan sebagai program nasional sejak 2007. Selain itu ada pula pap smear dan tes DNA-HPV.


“Setiap perempuan yang sudah atau pernah melakukan hubungan seksual minimal tiga tahun sejak awal melakukan hubungan seksual, itu periksa, minimal sekali. Mau IVA, pap smear, atau yang sangat akurat pemeriksaan virusnya (DNA-HPV),” katanya.


Ia mengatakan, pemeriksaan dengan metode IVA dan pap smear yang normal boleh dilakukan dengan pengulangan antara 1 hingga 3 tahun, sementara tes DNA-HPV bisa diulang 3 hingga 5 tahun. Tofan juga menegaskan bahwa ketika individu telah melakukan vaksinasi, bukan berarti sudah tidak memerlukan pemeriksaan IVA, pap smear, maupun DNA-HPV.


“Jangan berpikir, ‘Ah, saya sudah vaksin, berarti sudah tidak perlu lagi IVA, pap smear, dan tes DNA-HPV’. Itu salah. Pencegahan primer dan sekunder itu harus menjadi satu kesatuan,” kata Tofan.

sumber : Antara

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi