Jumat, 26/04/2024 - 23:35 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EDUKASI
EDUKASI

Polemik Pemilihan Rektor PTKIN, Tawaran Jalan Keluar

ADVERTISEMENTS

Pemilihan rektor PTKIN oleh menteri agama menuai polemik

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Oleh: A Fahrur Rozi*

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


JAKARTA- Pemilihan Rektor di lingkungan kampus PTKIN kembali menuai problematik. Beberapa pihak menilai, sistem pemilihan Rektor oleh Menteri Agama (Menag) adalah suatu pembodohan politik dan pembungkaman demokrasi.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


Adalah Saiful Mujani, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada beberapa hari yang lalu memberikan kritik keras dan bernas terhadap sistem pemilihan tersebut. Dia menyebut sistem pemilihan Rektor oleh Menag adalah praktik jahiliyah yang tidak beradab. 

ADVERTISEMENTS


 

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


Jelang beberapa hari dari kritik Saiful Mujani yang disorot media itu, Dirjen Pendidikan Islam M Ali Ramdhani angkat bicara menyambut kritik dari Pendiri Lembaga Riset SMRC itu. Kondisi ini tentu menarik perhatian dan perbincangan ulang. 


 


Menarik perhatian karena instrumen kewenangan pengangkatan Rektor oleh Menag menuai kritik kembali mendekati adanya suatu momentum suksesi rektorat salah satu kampus, dan menarik perbincangan ulang sebab akan menguji nalar regulasi dalam lensa sistem-struktural demokrasi kampus. 


 


Mekanisme empat tahap

Berita Lainnya:
Siapkan Ini Jika Ingin Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam


 


Dalam mekanisme aturan pengangkatan Rektor yang tertuang dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Agama Nomor (PMA) 68 Tahun 2015, dikatakan ada empat tahapan yang harus ditempuh, mulai dari penjaringan bakal calon, pemberian pertimbangan, seleksi, dan penetapan. 


Tahap penjaringan bakal calon ini dilakukan panitia yang dibentuk berdasarkan keputusan dari pihak Rektor yang masih menjabat. Tahap ini dilakukan secara terbuka bagi yang mencukupi syarat kelayakan sebagaimana disebut dalam Pasal 3 tentang syarat pencalonan.


 


Kemudian, hasil penjaringan itu diserahkan kepada Dewan Senat untuk mendapatkan pertimbangan secara tertutup meliputi gagasan kepimimpinan dan kondisi faktual.


Hal ini seperti prestasi, jaringan, penelitian, dan pengabdian yang telah diberikan baik di lingkungan kampus maupun kepada khalayak umum. Kemudian hasil pertimbangan ini diberikan kepada Menag melalui Rektor yang menjabat.


 


Tahap selanjutnya dilimpahkan kepada Komisi Seleksi yang dibentuk oleh Menag. Komisi ini berjumlah ganjil dengan jumlah minimal beranggotakan tujuh orang.


Komisi ini bertugas untuk melakukan verifikasi faktual, uji kelayakan dan kepatutan terhadap hasil penjaringan bakal calon dan sudah mendapat pertimbangan dari Senat kampus.

Berita Lainnya:
Sapta Chandra: Buah Ramadan adalah Menjadi Hamba Allah yang Bertaqwa


Dalam tahap ini, Komisi Seleksi dituntut mengeluarkan tiga nama untuk diserahkan dan ditentukan oleh Menag itu sendiri. 


Baca juga: Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat 


 


 


Tahap yang terakhir adalah penetapan Rektor yang dilakukan Menag terhadap tiga nama calon yang telah diajukan oleh Komisi Seleksi.


 


Diskursus problematik


 


Hal yang menjadi problematik dari sistem pemilihan Rektor adalah kewenangan Menag dalam menentukan siapa Rektor yang akan menjabat nantinya. 


 


Kewenangan Menag ini didapat dari PMA Nomor 68 Tahun 2015 yang menghapus PMA Nomor 45 Tahun 2006 di mana Rektor ditetapkan berdasarkan mekanisme dan keputusan dari Senat kampus. Setidaknya terdapat dua argumentasi yang diajukan dalam diskurusus polemik ini.


 


Pertama, pihak yang kontra dengan instrumen kewenangan Menag. Kritik yang diluncurkan Saiful Mujani dan pihak yang serumpun dengannya ini diterminkan dengan kritik “mekanisme feodalistik”. 


 


 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi