Itu adalah salah satu dari banyak insiden kebencian yang terjadi secara acak di seluruh negeri terhadap korban keturunan Asia yang tidak menaruh curiga.
“Ini menakutkan dan menyedihkan,” kata Calvert. “Seseorang begitu penuh kebencian dan kemarahan dengan sengaja menyeberang jalan untuk menyerang orang tua yang jelas tidak berdaya, berjalan dengan tongkat. Apa yang terjadi menakutkan bagi siapa pun yang berjalan di jalan umum.”
Lebih dari 60 persen orang Asia-Amerika mengatakan bahwa kekerasan yang sedang berlangsung terhadap komunitas AAPI telah berdampak negatif terhadap ketakutan mereka akan diskriminasi rasial, menurut sebuah survei yang dirilis pada 19 Januari oleh wadah pemikir global, Coqual.
“Kita adalah ‘target berjalan’, dengan cara tertentu, saat kita menjalani kehidupan kita sehari-hari,” tegas Calvert.
“Ketika sentimen kebencian anti-Asia ini berlanjut dan mungkin tumbuh, orang mungkin merasa mereka dapat bereaksi dan melakukan tindakan yang mungkin tidak akan mereka lakukan karena mereka melihat hal itu terjadi lebih banyak di sekitar mereka dan menerimanya sebagai hal yang baik-baik saja.”
Survei tersebut juga menunjukkan bahwa 63 persen orang Asia-Amerika mengatakan bahwa kebencian Asia yang sedang berlangsung berdampak negatif terhadap kesehatan mental mereka.
“Lebih buruk dengan orang Asia karena kami tidak secara alami memahami atau menerima konsep Barat tentang kesehatan mental versus kesehatan fisik. Kami melihat kesehatan secara lebih holistik sehingga kami tidak dapat membedakan sakit perut yang disebabkan oleh stres dari yang disebabkan oleh makanan yang buruk,” jelas Calvert.
“Orang Asia pada umumnya tabah dan diajari untuk tidak membuka atau menyampaikan perasaan mereka. Jadi secara budaya, kita dihambat dalam menghadapi masalah kesehatan mental,” ucap dia.
Lebih dari 60 persen responden mengatakan bahwa kebencian dan diskriminasi AAPI juga memengaruhi rasa aman mereka di tempat kerja.
“Saya yakin ada orang Asia yang merasa tidak aman dan tidak diterima di tempat kerja mereka,” kata Calvert.
“Ada bias implisit terhadap mereka dari sesama karyawan karena mereka mungkin berbicara dengan aksen (atau) mungkin tidak sadar atau tidak tahu cara bermain politik atau mengikuti norma budaya.”
“Orang Asia yang mungkin merasakan tekanan dan ketidakadilan ini seringkali tidak tahu kepada siapa untuk berlindung atau bagaimana menangani situasi ini. Mereka merasa seperti ‘tahanan’ dalam pekerjaan mereka. Orang Asia dikenal dengan ketekunan dan etos kerja mereka sehingga setiap dampak negatif yang mempengaruhi pekerjaan bisa sangat mengganggu dan membuat stres.”
Calvert mengatakan tren mengerikan meningkatnya kebencian terhadap komunitas berparas Asia selama beberapa tahun terakhir telah memengaruhi perasaan orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik tentang keselamatan mereka secara keseluruhan di AS.
“Saya percaya bahwa lebih banyak orang Asia yang takut akan diskriminasi rasial dan kejahatan rasial sekarang daripada di masa lalu, sebagian karena ada lebih banyak kesadaran tentang kejahatan semacam itu yang terjadi dan tampaknya lebih ganas atau setidaknya kita mendengar tentang kejahatan yang lebih layak diberitakan,” ujar dia.
“Juga, iklim politik menjadi sangat agresif dan terang-terangan menentang negara-negara dan pemerintah Asia yang otoriter seperti China dan Korea Utara.”
Menanggapi serangan Universitas Indiana yang bermotivasi rasial, Gedung Putih minggu lalu mengumumkan strategi multi-lembaga untuk membantu memerangi kebencian terhadap warga Asia-Amerika, mempromosikan akses bahasa, dan meningkatkan pengumpulan data pemerintah untuk komunitas orang Asia-Amerika, Penduduk Asli Hawaii, dan Kepulauan Pasifik.
Kelompok penasihat Gedung Putih merinci prioritas utamanya untuk komunitas AAPI termasuk memerangi kebencian dan diskriminasi anti-Asia, pemilahan data, akses bahasa, inklusi yang adil dalam upaya respons dan pemulihan Covid-19, pembangunan kapasitas seperti akses ke hibah dan kontrak federal, meningkatkan keragaman tenaga kerja federal dan penjangkauan dan keterlibatan dengan komunitas AAPI.