Jumat, 03/05/2024 - 16:59 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

‘Pemberantasan Korupsi di Indonesia Alami Kemunduran’

ADVERTISEMENTS

Pukat UGM menilai penurunan IPK Indonesia di antaranya disebabkan oleh pelemahan KPK.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

oleh Wahyu Suryana, Febryan A, Dessy Suciati Saputri 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

 

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM, Yuris Rezha Kurniawan menilai, terjadi kemunduran pemberantasan korupsi di Indonesia. Kondisi itu disebabkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh

Tanda yang paling nyata adalah anjloknya peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang berada di posisi 110 dari 180 negara. Padahal, pada tahun sebelumnya dari laporan Transparency International, Indonesia sempat berada di peringkat 96.  

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Yuris menilai, anjloknya IPK Indonesia kemunduran dalam sejarah pemberantasan korupsi pasca reformasi. Kemunduran pemberantasan korupsi ini turut disebabkan kekeliruan pemerintah dan DPR dalam merancang strategi pemberantasan korupsi.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

“Terlihat dari pelemahan KPK lewat revisi UU KPK dan pengisian pimpinan yang bermasalah memiliki andil yang cukup besar terhadap penurunan IPK,” kata Yuris, Rabu (8/2/2023).

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Melihat ke belakang, berdirinya KPK awal 2000an memiliki dampak cukup positif dengan mengatrol IPK dari tahun ke tahun. Seusai KPK dibredel, mulai ada penurunan IPK karena tidak ada lagi lembaga pengawas yang ditakuti pejabat di level elite.

Selain itu, perlu dicermati tren penurunan IPK Indonesia berasal dari masifnya korupsi politik dan dunia bisnis, melibatkan pejabat level elite dalam penyusunan kebijakan. Sangat disayangkan, pengawasan sisi ini tidak disentuh sama sekali.

Berita Lainnya:
Golkar Hadapi Pilkada Serentak 2024, Ridwan Kamil Ditugaskan Maju di Jakarta, Bobby Nasution di Sumut dan Khofifah di Jatim

“Memang, pemerintah sudah mengupayakan pencegahan korupsi melalui digitalisasi atau kemudahan perizinan. Namun, saya merasa itu formulasi yang keliru karena hanya dapat menyasar pada level korupsi kecil-kecilan,” ujar Yuris.

Ia menilai, korupsi politik dan korupsi kebijakan di level pejabat tinggi selama ini tidak tersentuh. Beberapa kasus korupsi akhir-akhir ini menunjukan pembuatan kebijakan level nasional sangat mudah diatur berdasarkan relasi bisnis pejabat.

Fenomena ini justru terjadi saat pemerintah sedang menggenjot investasi besar-besaran. Tentu ini patut dipertanyakan, apakah mungkin ada investor melakukan investasi di negara dengan tingkat korupsi politik yang semakin memburuk.

Terkait penegak hukum, ia melihat, bangsa Indonesia masih memiliki soal serius. Dibuktikan dengan Indikator World Justice Project masih jauh dibawah rata-rata. Namun, beberapa penanganan kasus korupsi besar oleh kejaksaan perlu diapresiasi.

Tetapi, ternyata belum pula optimal untuk mengembalikan aset besar hasil korupsi. Ditambah kepolisian dan MA yang sedang digoyang oleh kasus di internal masing-masing. Sedangkan, kerja-kerja KPK hari ini tidak begitu banyak bisa diharapkan. 

“Artinya, perlu ada perbaikan yang fundamental di sisi penegak hukum,” kata Yuris.

Turunnya IPK Indonesia juga disoroti kalangan partai politik (parpol). Partai Ummat menilai, IPK Indonesia melorot karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak serius memberantas korupsi. 

Berita Lainnya:
Eks Penyidik KPK Sesalkan Kontroversi di Tubuh KPK

Ketua Umum DPP Partai Ummat, Ridho Rahmadi mengatakan, Jokowi sejak awal terpilih pada tahun 2014 kerap berjanji memberantas korupsi, tetapi nyatanya tidak ada perbaikan setelah dia memimpin selama tujuh tahun. IPK tahun 2014 dan tahun 2022 sama-sama 34 poin. Padahal menurut pakar, IPK negara demokrasi yang sehat seharusnya 70 poin. 

“Partai Ummat menilai kondisi ini terjadi akibat langkah-langkah Jokowi yang tidak menunjukkan keseriusan dalam pemberantasan korupsi yang telah ditetapkan oleh Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) sebagai extra ordinary crime,” kata Ridho dalam siaran persnya, Ahad (5/2/2023). 

Menurut Ridho, ketidakseriusan itu tampak ketika Jokowi dan DPR memperlemah peran KPK lewat revisi UU KPK pada 2019. Selain itu, pernyataan-pernyataan blunder dari para menteri kabinet Jokowi seperti Luhut Binsar Panjaitan dan Tito Karnavian turut memperburuk citra pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Ridho lantas memprediksi efek dari penurunan IPK ini. Menurutnya, dengan IPK yang memburuk ini, maka Indonesia akan sulit mendapatkan investasi,  terutama investasi dari luar negeri. Kurangnya investasi tentu memperlemah usaha Indonesia untuk bangkit dari krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. 

“Hal ini menjadi tanda tanya bagi Partai Ummat tentang sensitivitas pemerintahan Jokowi dalam memandang problem besar bangsa Indonesia dimana keterkaitan antara perilaku koruptif dengan pembangunan ekonomi sangat berkorelasi signifikan,” kata Ridho. 

 

 

 

 

 

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi