Selasa, 30/04/2024 - 01:28 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Nasib Tragis Sultan Ottoman Terakhir Setelah Runtuhnya Khilafah Islam di Turki

ADVERTISEMENTS

Sultan Ottoman terakhir melarikan diri dan sempat tidak terlacak keberadaannya

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

ANKARA–Pada 17 November 1922, sultan terakhir Kekaisaran Ottoman, Mehmed VI Vahideddin, melarikan diri dari Istanbul pada dini hari setelah mengetahui adanya ancaman terhadap keselamatannya, dan tidak pernah kembali.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Dalam ambulans yang dikemudikan penjaga Inggris, dia dibawa pergi bersama putranya yang berusia 10 tahun, Pangeran Mehmed Ertuğrul, dan dikawal ke kapal perang HMS Malaya oleh Jenderal Charles Harington, panglima tertinggi pasukan Sekutu. Pejabat istana Ottoman mengkonfirmasi kepergian penguasa mereka hanya beberapa jam kemudian.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Selama pekan-pekan berikutnya, Vahideddin berada dalam suasana hati yang reflektif. Dia tiba di Malta pada 9 Desember dan kemudian memilih Italian Riviera sebagai tempat pengasingannya. 

ADVERTISEMENTS

Di kota peristirahatan San Remo, penguasa baru Italia Benito Mussolini berharap ‘khalifah Ottoman yang agung’ tinggal dengan nyaman di Italia. Tapi selama empat tahun berikutnya, Vahideddin selalu membawa revolver di sakunya, takut salah satu dari banyak tamu dan simpatisannya akan membunuhnya.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Ketika kematian datang pada 1926 dari arteri yang tersumbat, mantan khalifah itu tidak punya uang dan banyak hutang. Pihak berwenang Italia menyita peti mati sultan Ottoman terakhir sampai putrinya, Sabiha Sultan, menemukan cukup uang untuk penguburannya di pemakaman Damaskus.

Berita Lainnya:
Indahnya Bunga Tulip Ternyata Bukan Asli Belanda, Tetapi dari Negara Islam Ini?

Satu abad kemudian

Lalu setelah satu abad, pelarian dan kematian Vahideddin mungkin tampak menandai kehancuran besar dalam sejarah Turki, tetapi mereka ditanggapi dengan ketidakpedulian yang dingin pada saat itu.

Tidak ada upaya terkoordinasi untuk mempertahankan sultan, meskipun ada beberapa upaya terpisah. Di India, para pemimpin gerakan Khilafat (“Kekhalifahan”), yang mungkin diharapkan melindungi khalifah Islam, malah membela musuh besar Vahideddin, Mustafa Kemal Atatürk, dan Pasukan Nasional yang dipimpinnya.

Namun kondisi berubah dan menjadi pertanyaan besar saat pada satu abad berikutnya, tentang status kesultanan Utsmaniyah yang tumbuh dengan sangat cepat di Republik Turki.

Neo-Ottomanisme bangkit pada 1950-an, berkat sejarah revisionis yang meratapi keruntuhan Ottoman. Upacara kenegaraan yang megah pada 1953 menandai peringatan 500 tahun penaklukan Istanbul oleh Sultan Mehmed II.

Pada 1974, anggota laki-laki dari keluarga kerajaan Ottoman diberikan izin masuk ke Turki, 22 tahun setelah anggota perempuan dari dinasti tersebut diberi amnesti. 

Ankara kemudian melangkah lebih jauh dan berjanji akan mengembalikan kewarganegaraan Turki mereka. Pewaris takhta disambut kembali, diperlakukan sebagai tamu terhormat dan diwawancarai pers.

Berita Lainnya:
Imam Al Ghazali Juga Sampaikan Prinsip Ekonomi dan Hakikat Kekayaan, Ini Penjelasannya

Saat ini, ketertarikan Turki terhadap Utsmaniyah telah berubah menjadi fenomena global, melalui drama periode yang didasarkan pada intrik istana Utsmaniyah awal. Juga tidak hanya dalam imajinasi populer bahwa para sultan Ottoman tetap hidup, bangsawan yang sebenarnya masih ada. 

Baca juga: Mualaf Prancis William Pouille, Kecintaannya kepada Arab Saudi Mengantarkannya ke Islam

Ketika Dündar Abdülkerim Osmanoğlu, pewaris terakhir tahta Ottoman, meninggal dunia pada usia 90 tahun pada Januari 2021, pengumuman resmi yang menandai kematiannya dikeluarkan di Twitter.

“Ayah dari keluarga kami dan dinasti Ottoman, paman kami Pangeran Dündar Abdülkerim Osmanoğlu meninggal dunia di Damaskus Suriah,” cuit Orhan Osmanoğlu, anggota kerajaan Ottoman lainnya dilansir dari New Lines Magazine, Jumat (10/2/2023).

“Baik melalui penggunaan referensi sejarah oleh Erdoğan dalam pidato kampanye, atau membanjirnya drama televisi berlatar masa lalu Utsmaniyah, kekaisaran tidak lagi memunculkan jenis kenegatifan atau kecaman yang sering terdengar pada masa Atatürk,” tulis Ryan Gingeras dalam bukunya buku sejarah baru yang megah, “Hari-Hari Terakhir Kekaisaran Ottoman. 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi