Sabtu, 18/05/2024 - 04:53 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Mahar Pernikahan yang Ideal

BOGOR — Mas kawin atau biasa dikenal sebagai mahar adalah sejumlah uang atau barang yang diberikan oleh seorang suami kepada istri. Agama mewajibkan pemberian mahar sebagai simbol bahwa si suami memberikan penghargaan kepada istrinya, lantas apa mahar yang ideal dalam Islam?

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunah, dan Para Ulama menjelaskan, mahar adalah hak mutlak si istri sendiri. Tak seorang pun selain dirinya memiliki hak untuk menggunakannya dalam keperluan apapun. Kecuali dilakukan dengan izin si istri untuk menggunakannya dalam keperluan tertentu.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Besar kecilnya mahar dalam Islam tidak ditentukan oleh agama. Mengingat bahwa manusia berbeda-beda dalam hal kekayaan dan kemiskinan, di samping perbedaan dalam hal adat istiadat masing-masing bangsa dan kelompok masyarakat.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat & Sukses ada Pelantikan Direktur PT PEMA dan Kepala BPKS

Maka dibiarkanlah setiap calon suami menentukan jumlah mahar yang dianggap wajar, berdasarkan kesepakatan antara kedua keluarga dan sesuai dengan kemampuan keuangan serta kebiasaan masing-masing tempat. Yang terpenting dalam hal ini, dijelaskan bahwa mahar tersebut haruslah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

 

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Baik berupa uang (walaupun dalam jumlah sedikit), atau sebentuk cincin (walaupun dalam bentuk sederhana) atau beberapa kilogram beras atau makanan lainnya. Atau bahkan mahar boleh ditunaikan dengan pengajaran Alquran dan sebagainya, sepanjang telah disepakati bersama antara kedua belah pihak.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Karomah Amir bin Abd Qais, Mampu Taklukkan Ular dan Singa

Pernah suatu ketika Rasulullah didatangi oleh seorang perempuan yang meminta Nabi untuk mengawini dirinya. Nabi berdiam saja menanggapi permintaan perempuan itu. Kemudian seorang laki-laki pun berkata: “Ya Rasulullah, jika kau tidak berkehendak menikahinya, maka nikahkanlah dia denganku,”.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Kemudian Rasulullah pun menanyakan kepada laki-laki itu apakah ia memiliki mahar pernikahan atau tidak. Laki-laki itu berkata: “Tidak ada yang kumiliki selain sarungku ini,”. Nabi kemudian menjawab: “Jika kauberikan sarungmu itu sebagai maharnya, engkau tidak memiliki sesuatu untuk kau kenakan. Carilah sesuatu lainnya, walau sebentuk cincin dari besi,”.

ADVERTISEMENTS

Laki-laki itu kemudian pergi sebentar dan kembali lagi sambil berkata: “Aku tidak mendapatkan sesuatu lainnya, ya Rasulullah,”. Rasulullah pun bertanya lagi: “Adakah engkau menghafal sesuatu dari Alquran (untuk diajarkan kepadanya)? Kalau begitu kukawinkan engkau dengan perempuan ini dengan mahar berupa apa yang kau hafal dari Alquran,”. Dalam beberapa riwayat hadis lainnya, redaksinya berikut: “Ajarilah dia beberapa dari Alquran,”.

ADVERTISEMENTS

Hadis di atas menunjukkan bahwa mahar dalam perkawinan tidak harus berupa uang atau benda. Namun boleh sesuatu yang memiliki manfaat seperti pengetahuan mengenai Alquran. Yang terpenting dalam hal ini adalah persetujuan dari calon istri, tidak bergantung pada sedikit atau banyaknya mahar tersebut. Ini merupakan pandangan dari madzhab Syafii.

Berita Lainnya:
Mendidik Keluarga dengan Adab Syariat, Bolehkah Memukul Anak? 

Adapun pandangan menurut ulama madzhab Hanafi, mahar tidak boleh kurang dari 10 dirham. Sedangkan ulama dari kalangan madzhab Maliki berpendapat bahwa mahar paling sedikit adalah tiga dirham. Namun demikian pada hakikatnya, tidak ada dalil kuat yang dapat dijadikan dasar penetapan seperti itu baik dari Alquran maupun hadis Nabi SAW.

Demikian pula, tidak ada batas maksimum bagi banyaknya mahar. Sayyidina Umar pernah berpidato dan melarang pemberian mahar lebih dari 400 dirham. Namun ketika selesai mengucapkan pidatonya, seorang perempuan Quraisy menyanggahnya.

Perempuan itu berkata: “Tidakkah engkau (Sayyidina Umar) mendengar firman Allah? (Yakni) jika kamu ingin menceraikan istrimu lalu menggantinya dengan yang lain, sedangkan kamu telah memberinya harta (mahar) sebanyak satu qinthar (harta yang sangat banyak), maka janganlah kamu mengambil kembali darinya barang sedikitpun,”.

 

 

 

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi