Hweil percaya Israel berusaha untuk memperkuat masalah ini dan menggunakannya sebagai alasan untuk kembali menyerang kamp Jenin. “Kekuatan kami sangat sederhana. Pemuda kami mencoba memanfaatkan apa yang mereka miliki, tetapi itu tidak sebanding dengan kekuatan Israel, yang didukung oleh Amerika Serikat,” ujar Hweil.
Terlepas dari kerusakan yang meluas pada rumah dan jalan yang disebabkan oleh serangan pasukan Israel, sebagian besar penduduk Jenin menyatakan, mereka senang melihat para pejuang berkeliaran di jalan-jalan kamp keesokan paginya. Seorang warga setempat, Mutee al-Saadi mengaku senang karena para pejuang selamat dari serangan.
“Semua bangunan, furnitur, rumah, mobil semua itu bisa diganti. Yang paling penting adalah para pejuang selamat,” kata al-Saadi.
Warga Jeni lainnya, Amany Abdullah (bukan nama sebenarnya) mengatakan, dia sangat takut pejuang Jenin akan berguguran. Tapi dia bersyukur sebagian besar pejuang militan dalam kondisi selamat.
“Ketika mereka (para pejuang) mulai muncul keesokan harinya, seolah-olah saya melihat anak saya,” kata Amany yang mengatakan bahwa putranya adalah anggota Brigade dan dibunuh oleh Israel dalam beberapa bulan terakhir.
“Ini adalah putra-putra kami. Mereka berjuang tanpa makanan dan air selama 48 jam. Namun, ada keheningan total. Sampai kapan kita akan hidup seperti ini?” kata Amany.
Sementara itu, warga lainnya Bassem Tahayneh, 41, mengatakan penyerangan di kamp tersebut tidak menantang tekad warga. Serangan Israel justru membuat warga dan pejuang Jenin menjadi lebih kuat.
“Mereka (orang Israel) dipermalukan, mereka tidak bisa menegakkan kontrol mereka di kamp. Kontrol macam apa itu ketika Anda menghancurkan jalan-jalan dan rumah-rumah? Mereka tidak bisa berbuat apa-apa kepada pemuda itu. Pemuda ini adalah kebanggaan kami, mereka adalah orang-orang terhormat di antara kita. Hati kita satu sama lain di Jenin. Kita semua bersama dengan perlawanan,” ujar Tahayneh.
Sumber: Republika