Tiga Serikat Pekerja Prancis Ajukan Banding atas Larangan Abaya

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak Cipta Foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada Pemilik Foto

PARIS — Tiga serikat pekerja Prancis yaitu Sud Education Paris, La Voix Lyceenne dan Le Poing Leve Lycee telah mengajukan banding terhadap keputusan Dewan Negara tanggal 7 September yang melarang siswa memakai abaya di sekolah. Dalam sidang pada Selasa (19/9/2023), pengacara serikat pekerja, Clara Gandin, meminta pemerintah menunda larangan tersebut.

ADVERTISEMENTS

Gandin mengatakan, persepsi masyarakat terhadap abaya adalah abaya bukan pakaian keagamaan.  Mengutip sejarawan sekuler, pakar budaya Islam, dan otoritas agama, Gandin mengatakan, larangan terhadap pakaian longgar ini melanggar prinsip sekularisme. Menurut Gandin, Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal memposisikan dirinya sebagai otoritas agama dengan menentukan apakah suatu pakaian itu religius atau tidak.

ADVERTISEMENTS

“Faktanya hal ini melanggar prinsip sekularisme, dan hanya siswa yang beragama Islam atau dianggap Muslim yang tidak boleh mengenakan abaya di sekolah,” ujar Gandin, dilaporkan Anadolu Agency, Rabu (20/9/2023).

Seorang mahasiswa dan anggota serikat pekerja Le Poing Leve yang menghadiri sidang tersebut, Ariane Anemoyannis menggambarkan larangan tersebut sebagai sebuah skandal. “Larangan tersebut merupakan langkah anti-Muslim dan Islamofobia yang terutama menargetkan perempuan muda Muslim atau dianggap Muslim,” kata Anemoyannis.

 

ADVERTISEMENTS

Seorang feminis dan pengacara, Yelena Mandengue mengatakan, pemerintah terus menempuh kebijakan yang melanggar hak-hak perempuan dengan pelarangan abaya. Sementara pengadilan menguatkan larangan pemerintah terhadap abaya dalam keputusannya pada September. Keputusan pengadilan tersebut diambil setelah Vincent Brengarth, seorang pengacara untuk Aksi Hak-Hak Muslim (ADM), mengajukan banding pada 31 Agustus ke Dewan Negara untuk meminta penangguhan larangan abaya.

ADVERTISEMENTS

“Larangan ini tidak melanggar serius dan tidak melanggar hak untuk menghormati kehidupan pribadi, kebebasan beragama, hak atas pendidikan atau prinsip non-diskriminasi,” kata pengadilan dalam sebuah pernyataan.

Langkah kontroversial tersebut memicu reaksi balik terhadap pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Prancis telah dikritik karena menargetkan umat Islam dengan pernyataan dan berbagai kebijakan, termasuk penggerebekan terhadap masjid dan yayasan amal, serta undang-undang anti-separatisme yang memberlakukan pembatasan luas pada masyarakat.

ADVERTISEMENTS

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version