Selasa, 30/04/2024 - 02:06 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Blue Food Solusi Atasi Krisis Pangan di Masa Depan

ADVERTISEMENTS

Penulis: Riza Rahman Hakim, S.Pi, M.Sc**

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Saat ini dunia telah mengalami krisis pangan yang cukup serius. Berdasarkan Global Report on Food Crises (GRFC) 2023, lebih dari 20 juta orang dari 48 negara menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi, dan mengalami peningkatan 10 persen dari tahun sebelumnya (2022).

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Penyebab utama kenaikan ini adalah konflik antar negara yang terus menerus, cuaca ekstrem, dan guncangan ekonomi. Kondisi ini memicu setiap negara untuk berlomba mencari sumber pangan baru bagi penduduknya.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Trend global sekarang yang muncul adalah sumber pangan biru yang dikenal dengan istilah blue food, yang dianggap sebagai solusi krisis pangan masa depan. Bahkan dalam acara KTT G20 di Bali 2022, blue food menjadi salah satu topik diskusi yang digagas oleh Think20 (T-20) atau jaringan pemikir G20, dengan merekomendasikan reformasi kebijakan yang saat ini menghambat transisi dari pangan konvensional menuju ke blue food.

ADVERTISEMENTS

Ancaman terhadap krisis pangan masa depan sepertinya sulit untuk dihindari, mengingat sekarang telah terjadi perubahan iklim global, meningkatnya populasi manusia yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bank Dunia diproyeksikan mencapai 8,5 miliar orang pada 2030. Dan ini diprediksi akan adanya peningkatan kebutuhan protein hingga 70%.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Pembiayaan Kendaraan Listrik di BSI Alami Kenaikan Tren

Kehadiran konsep blue food ini sangat tepat, karena diharapkan menjadi solusi terhadap persoalan pangan dunia saat ini dan masa mendatang. blue food merupakan bahan pangan/makanan yang berasal dari sumberdaya air seperti ikan, rumput laut, dan organisme akuatik lainnya, baik hasil dari budidaya maupun tangkapan di laut dan perairan tawar.

Melihat kondisi pemanfaatan sumberdaya pangan yang terlalu ekploitatif dan cenderung merusak, serta hanya menitikberatkan pada kepentingan ekonomi semata, maka munculnya konsep blue food memiliki harapan untuk menjamin ketahanan pangan dan keberlanjutan sumberdaya khususnya perikanan dan kelautan.

Keunggulan Blue Food

Blue food hadir sebagai bagian dari gerakan untuk mempromosikan sumberdaya pangan yang berkelanjutan. Konsep ini erat kaitannya dengan produk perikanan budidaya yang bertujuan mengurangi penangkapan ikan di alam agar populasinya berkelanjutan. Beberapa keunggulan blue food di antaranya: Pertama, blue food dapat menjadi alternatif sumber pangan berkelanjutan di masa depan. Konsep pangan biru ini terkait erat dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) ke-14, yakni Life Below Water, yang mengedepankan bagaimana mengelola ekosistemnya, tata kelola yang efektif sampai dengan pemanfaatannya.

Dunia sedang membutuhkan sumber pangan yang berkelanjutan dan mensejahterakan masyarakatnya. Hal ini diperkuat oleh analisis World Resources Institute (WRI), United Nations (UN), bahwa dunia membutuhkan tambahan pasokan pangan lebih dari 56 persen.

Berita Lainnya:
Mau Perang Tapi Kere, Bagaimana?

Tentu tidak cukup jika hanya mengandalkan pertanian daratan, yang lahannya mulai terbatas dan tidak mungkin diperluas. Sehingga membutuhkan pangan biru sebagai solusi dalam soal pangan ini. Disinilah peran penting blue food sebagai solusi dalam persoalan malnutrisi, membangun sistem pangan yang sehat dan positif terhadap alam, dan relatif tahan terhadap perubahan iklim.

Kedua, blue food merupakan sumber protein hewani yang rendah emisi karbon. Persoalan tentang produksi jejak karbon dalam makanan cukup menarik untuk dipaparkan.

Seperti diketahui, produksi pangan global bertanggung jawab atas 30% dari semua emisi gas rumah kaca (emisi karbon) yang disebabkan oleh manusia. Dan sebanyak 86% proporsi jumlah emisi gas rumah kaca ini dihasilkan oleh bidang pertanian, peternakan, dan perikanan. Hasil penelitian Stephen Clune, dkk (2017) dan Environmental Working Group (EWG), dinyatakan bahan makanan yang menghasilkan emisi karbon terbesar adalah daging (sapi dan domba), kemudian diikuti oleh ayam.

Sebanyak 90% emisi karbon dari daging sapi tersebut dihasilkan saat proses produksi, yaitu mulai penyediaan pakan ternak, proses pencernaan hewan ternak (digestion) dan juga kotoran yang dihasilkannya. Sedangkan ikan yang dibudidayakan (fish farmed) memiliki jejak karbon yang jauh lebih rendah dibanding sapi dan domba. Hal ini tentu menjadi pilihan untuk memilih makanan tinggi protein dengan jejak karbon terendah.

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi