Penulis: Hanny N.**
DARI laman kumparan (4 Februari 2025) Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengakui ada beberapa komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga, bahkan lebih tinggi dari yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan komoditas-komoditas tersebut kini masih dijual di pasaran dengan harga di atas Harga Acuan Pembelian (HAP) juga Harga Eceran Tertinggi (HET).
Setiap menjelang Ramadhan, fenomena kenaikan harga bahan pokok kembali terjadi. Ini bukan sekadar kebetulan atau kondisi yang tak bisa dihindari, tetapi sebuah pola berulang yang mengindikasikan adanya permasalahan mendasar dalam sistem ekonomi dan distribusi pangan di negeri ini. Meskipun alasan klasik yang selalu digaungkan adalah meningkatnya permintaan, nyatanya terdapat faktor lain yang lebih kompleks dan seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah.
Mengapa Harga Selalu Naik?
Meningkatnya jumlah permintaan memang menjadi salah satu penyebab lonjakan harga menjelang Ramadhan. Namun, dalam sistem ekonomi yang sehat, seharusnya kenaikan permintaan bisa diimbangi dengan kelancaran produksi dan distribusi, sehingga harga tetap stabil. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan, lonjakan harga menjelang momen-momen tertentu justru menjadi ajang keuntungan bagi segelintir pihak yang bermain di balik layar.
Problem utama yang turut berkontribusi terhadap kenaikan harga ini adalah rantai pasok yang tidak efisien dan adanya praktik bisnis yang merugikan rakyat. Mafia impor, kartel, monopoli, serta praktik iktikar (penimbunan barang) sering kali menjadi faktor utama yang menghambat stabilitas harga. Dalam banyak kasus, barang kebutuhan pokok justru semakin sulit didapat bukan karena produksi yang tidak mencukupi, melainkan karena permainan pihak-pihak tertentu yang mengendalikan stok di pasar.
Tak hanya itu, jaminan terhadap kelangsungan produksi juga menjadi masalah serius. Jika pemerintah tidak memastikan dukungan bagi petani dan produsen lokal, maka suplai barang akan selalu bergantung pada impor. Ketergantungan terhadap impor ini menjadikan harga pangan sangat sensitif terhadap perubahan harga global, nilai tukar rupiah, serta kebijakan perdagangan internasional. Akibatnya, harga-harga pun terus melonjak, sementara daya beli masyarakat semakin tergerus akibat beban ekonomi yang kian berat.
Sistem Ekonomi Kapitalisme Gagal Menjamin Kesejahteraan Rakyat
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, mekanisme pasar dibiarkan berjalan dengan hukum penawaran dan permintaan. Harga naik atau turun diserahkan pada interaksi antara pembeli dan penjual, tanpa campur tangan serius dari negara untuk mengontrol atau menstabilkan harga. Hal ini memberikan celah bagi para spekulan dan pemain besar di industri pangan untuk menguasai pasar demi meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Alih-alih memastikan kesejahteraan rakyat, kebijakan yang diterapkan justru semakin menyulitkan masyarakat kecil. Misalnya, alokasi subsidi yang tidak tepat sasaran, kebijakan impor yang merugikan petani lokal, serta lemahnya pengawasan terhadap rantai distribusi. Dalam kondisi seperti ini, rakyat kecil menjadi pihak yang paling dirugikan, karena mereka harus menghadapi harga-harga yang terus meroket sementara penghasilan tetap stagnan atau bahkan menurun.
Kondisi ini semakin diperparah dengan ketidakmampuan negara dalam menindak tegas praktik-praktik curang dalam distribusi pangan. Mafia impor, yang selama ini mendapat keuntungan besar dari ketergantungan negeri ini terhadap impor bahan pangan, terus dibiarkan berkeliaran tanpa ada upaya serius untuk memberantasnya. Begitu pula dengan para pemilik modal besar yang memainkan harga di pasar demi keuntungan pribadi, sementara rakyat harus menanggung dampaknya.
Islam Menjamin Kestabilan Harga dan Kesejahteraan Rakyat
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang membebaskan mekanisme pasar tanpa kontrol, Islam memiliki mekanisme yang jelas dalam menjamin ketersediaan pangan dan stabilitas harga. Dalam Islam, negara bertanggung jawab penuh atas distribusi pangan dan memastikan bahwa kebutuhan rakyat dapat terpenuhi dengan harga yang terjangkau.
Islam melarang praktik iktikar (penimbunan) yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga. Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seseorang melakukan penimbunan barang kecuali dia adalah orang yang berdosa.” (HR. Muslim)
Negara dalam sistem Islam tidak hanya sekadar menjadi regulator, tetapi juga berperan aktif dalam memastikan produksi dan distribusi berjalan lancar. Negara wajib memastikan bahwa produksi dalam negeri mencukupi kebutuhan rakyat dan tidak bergantung pada impor yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Jika pun harus melakukan impor, kebijakan ini harus benar-benar dikendalikan dan dipastikan tidak merugikan petani serta produsen lokal.
Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, pengelolaan sumber daya dan sektor-sektor strategis harus berada di bawah kendali negara demi kemaslahatan rakyat. Negara akan memastikan adanya produksi yang berkelanjutan, distribusi yang adil, serta pengawasan ketat terhadap harga-harga kebutuhan pokok. Dengan demikian, tidak akan ada pihak yang bisa seenaknya memainkan harga untuk kepentingan pribadi.
Solusi Islam: Jaminan Pangan untuk Semua
Islam memberikan solusi komprehensif dalam menjamin kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam aspek ketersediaan pangan. Negara dalam sistem Islam akan:
1. **Meningkatkan produksi dalam negeri**, dengan memberikan dukungan penuh kepada para petani dan produsen lokal, baik dalam bentuk subsidi, penyediaan infrastruktur pertanian, maupun teknologi yang memadai.
2. **Mengelola rantai distribusi secara adil**, sehingga tidak ada permainan harga dan barang kebutuhan pokok dapat tersebar merata ke seluruh masyarakat.
3. **Melarang praktik penimbunan dan spekulasi harga**, serta menindak tegas pelaku kartel dan mafia pangan yang menyebabkan kelangkaan barang di pasar.
4. **Menjaga stabilitas harga** dengan mekanisme intervensi negara yang sesuai syariat, sehingga masyarakat bisa mendapatkan barang kebutuhan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau.
5. **Menjamin kesejahteraan ekonomi masyarakat**, dengan sistem ekonomi yang berbasis keadilan dan distribusi kekayaan yang merata, sehingga daya beli rakyat tetap stabil dan mereka tidak terbebani oleh lonjakan harga yang tidak terkendali.
Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, kenaikan harga yang berulang setiap menjelang Ramadhan tidak akan terjadi. Negara akan bertindak sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar regulator yang lemah dalam menghadapi mafia pangan. Inilah yang seharusnya menjadi perhatian umat Islam, bahwa satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah.
Saatnya umat menyadari bahwa fenomena ini bukan sekadar masalah teknis pasar, tetapi merupakan akibat dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang tidak berpihak pada rakyat. Solusinya bukan dengan sekadar subsidi atau operasi pasar sesaat, tetapi dengan perubahan sistemik menuju ekonomi Islam yang benar-benar menyejahterakan seluruh rakyat.
Wallahu a’lam bish-shawab.































































































