UPDATE

OPINI
OPINI

Polemik Vaksin TBC Bill Gates; Perlindungan Negara Dipertanyakan

CUKUP mengejutkan bagi rakyat Indonesia ketika Kementerian Kesehatan dalam pernyataan tertulisnya menyebut uji klinis vaksin TBC yang didanai yayasan milik Bill Gates di Indonesia sudah dilaksanakan sejak 3 September 2024 silam. Sementara perekrutan peserta vaksin berakhir 16 April 2025. Sebelumnya  program uji klinis vaksin TBC ini mencuat setelah pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan pendiri Microsoft dan filantropi Bill Gates pada 7 September 2025.

Sontak program uji klinis vaksin M72/AS01E ini mendapat penentangan yang luar biasa dari masyarakat. Rakyat berteriak menolak menjadi “kelinci percobaan” marak di sosial media. Tuduhan ini langsung dibantah oleh negara melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Budi menerangkan, bahwa uji klinis ini telah melalui tahapan-tahapan sehingga menurutnya tidak perlu ada kekhawatiran.

Indonesia menjadi objek uji klinis vaksin TBC bersama dengan 4 negara miskin lainnya di Afrika yaitu Afrika Selatan, Kenya, Zambia dan Malawi. Menteri Kesehatan menyebut sejumlah manfaat yang akan diperoleh Indonesia dalam proyek besar ini yaitu diantaranya;

Pertama, Menkes mengklaim Indonesia “bisa tahu lebih dulu kecocokan” vaksin ini untuk orang Indonesia. Pasalnya ia menyebut efektivitas vaksin ini akan bergantung pada genetik penerima.

Kedua, ia mengklaim Indonesia bisa ikut mempelajari teknologi pada vaksin karena dua institusi pendidikan yaitu Universitas Padjajaran dan Universitas Indonesia terlibat dalam program ini.

Ketiga, Menkes menyebut uji klinis ini membantu Indonesia membangun daya tawar untuk memproduksi vaksin di Bio Farma Indonesia.

Alih-alih tenang rakyat semakin was-was, bukan hanya karena sosok kontroversial Bill Gates yang track record-nya masih sangat gelap pasca pandemi covid-19 lalu. Bukan pula karena pernyataan Menteri Kesehatan yang cenderung menggampangkan segala sesuatu. Rakyat mempertanyakan komitmen perlindungan negara terhadap keselamatan masyarakat, bahkan lebih lanjut rakyat mempertanyakan kedaulatan negara.

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Memang angka orang terkena TBC di Indonesia tinggi, Global TB Report menunjukkan Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia untuk kasus TBC, setelah India. Seharusnya penguasa tidak menutup mata bahwa penyebab angka setinggi itu bukan melulu mengenai medis. Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dalam sebuah wawancara Primetimenews menyebutkan bahwa tingginya angka TBC di Indonesia hanya 40 % disebabkan faktor medis, sedangkan 60% lainnya disebabkan faktor non medis karena masalah kemiskinan, sosial ekonomi  semacam buruknya gizi dan environtment. Inilah yang seharusnya menjadi fokus negara, bukan uji klinis yang sangat berisiko menumbalkan rakyat demi kepentingan kapitalis global.

Selain itu negara seharusnya terbuka kepada publik sejak awal, menjalankan kerjasama ini secara transparan, tentu saja rakyat semakin cemas karena merekalah yang akan menjadi objek uji klinis. Wajar rakyat apatis terhadap perlindungan negara, mengingat kehadiran mereka hanya sekadar angka yang akan dibarter dengan alih teknologi. Suatu janji yang kerap disampaikan dalam sebuah proyek investasi, terlebih Bill Gates juga memberikan hibah senilai USD 159 juta kepada Presiden.

Berita Lainnya:
15 Siswa SMP Positif Narkoba: Alarm Besar Kerusakan Remaja

Hibah tersebut diberikan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis, yang diharapkan menjadi solusi jangka panjang bagi Indonesia dalam memberantas kelaparan anak-anak dan menciptakan generasi masa depan yang lebih cerdas. Padahal jika kita telusuri dengan seksama kapitalis global-lah (termasuk Bill Gates) yang menyebabkan kelaparan dan berjangkitnya berbagai penyakit menular di negara-negara miskin dan berkembang karena kerakusan mereka mengeksploitasi sumber dayanya.

Tidak diragukan lagi Gates adalah seorang pebisnis-yang mendirikan Microsoft pada tahun 1975, ia merekrut orang-orang paling cerdas di dunia dan membayar mereka untuk menjual dan mem-paten-kan  teknologi atas nama dirinya. Target Gates sebagaimana target pebisnis pada umumnya yaitu berorientasi untuk meraup keuntungan dan memperluas pasar. Metrik-nya jelas. Keberhasilan diukur dari laba, harga saham dan pangsa pasar. Jurnalis Amerika Tim Schwab menulis dalam The Bill Gates Problems, Gates membela usaha amalnya dengan jumlah nyawa yang telah diselamatkannya, yang pada tahun 2013 ia sebutkan mencapai sepuluh juta.

Bicara soal nyawa dan kehidupan yang diselamatkan, menjadi paradoks dengan visi Gates lainnya, yaitu pengurangan populasi dunia melalui pengendalian kelahiran, pengendalian iklim, keluarga berencana termasuk pengembangan berbagai vaksin. Jadi sebenarnya, apa yang diinginkan Gates? Lebih banyak nyawa terselamatkan atau lebih sedikit?

Di sisi lain ada sejarah panjang tentang orang-orang yang memecahkan paradoks ini dengan istilah eugenika. Eugenika sendiri adalah filosofi sosial yang berarti memperbaiki ras manusia dengan membuang orang-orang berpenyakit dan cacat serta memperbanyak individu sehat. Wikipedia.org melaporkan bahwa puncak penyalahgunaan eugenika adalah pelaksanaan ideologi pemurnian ras yang dijalankan rezim NSDAP di bawah kendali Adolf Hitler.

Sementara pada abad ke-20, banyak negara melakukan berbagai kebijakan eugenika dengan berbagai metode seperti propaganda pemaksaan aborsi, genosida, pengendalian kelahiran, pelarangan menikah, pengembangan genetik hingga pengembangan berbagai senjata biologi termasuk vaksin.

Singkatnya, Ahli eugenika ingin mengurangi jumlah nyawa di ujung kiri kurva lonceng yang kurang beruntung dan memaksimalkan jumlah nyawa di sebelah kanannya. Dengan demikian, sangat masuk akal jika rakyat Indonesia menolak menjadi bagian dari proyek uji klinis vaksin TBC ini.

Sebagai perbandingan kita bisa melihat proyek Gates dalam memberantas Polio. Gates mendanai program vaksinasi, namun siapa sangka justru terjadi ledakan kasus polio setelah proyek vaksin polio di Afrika. Schwab mengutip laporan dari British Medical Journal yang memperkirakan lebih dari 1.000 orang di seluruh Afrika lumpuh pada tahun 2020 akibat vaksin polio. Di Asia Tenggara, Vietnam menjadi contoh terhadap ledakan autisme pasca peluncuran vaksin Bill Gates.

Berita Lainnya:
Prabowo Punya Logikanya Sendiri

Dimanakah Peran Perlindungan Negara

Tak dapat kita pungkiri bahwa masyarakat kita mengalami kebutaan politik yang akut, sehingga tidak dapat mengaitkan benang merah dari berbagai peristiwa yang terjadi. Mereka tidak memahami bagaimana karakteristik ideologi kapitalisme yang diemban negara saat ini, dimana peran negara layaknya para wasit di antara rakyat dan para kapitalis. Sedangkan kesehatan merupakan komoditas bisnis, sehingga terjadi apa yang dinamakan kapitalisasi kesehatan.

Sebagai wasit, negara membuka pintu selebar-lebarnya bagi kapitalis (swasta) seraya menggelar karpet merah (Ombinus law Kesehatan) agar semua kepentingan mereka terakomodir dengan baik. Pengalaman pandemi Covid-19 tentu masih tersisa dalam ingatan kita sebagai wadah tempat kita belajar mengenai fenomena ini, mengenai betapa vulgarnya praktik kapitalisasi kesehatan saat itu.

Sebagai tambahan informasi bahwa ketika Presiden kita menyambut proyek Uji Klinis Vaksin ini, Amerika melalui Trump justru telah memutuskan hubungan dengan berbagai proyek pandemic agreement  pada 20 Januari 2025 termasuk keluar dari WHO, karena proyek-proyek tersebut dipandang berbahaya bagi kedaulatan Amerika. Sikap yang sama diambil oleh Presiden Rusia. Itu adalah pilihan bijak yang diambil oleh dua negara adidaya. Sementara Singapura saja hanya membuka teritorialnya untuk Gates berkantor dan menikmati pajaknya tanpa mengorbankan rakyat sebagai objek uji klinis, lalu mengapa Indonesia justru memasrahkan bangsanya kepada globalis rakus seperti Gates?

Sistem Islam Menjamin Kesehatan Rakyat

Islam menempatkan penguasa sebagai pelayan urusan rakyat, sementara kesehatan menjadi kebutuhan dasar. Dengan posisi yang demikian, negara tidak akan berbisnis dengan pihak manapun untuk meraup keuntungan dan menggadaikan urusan kesehatan masyarakatnya. Negara akan menjadi garda terdepan untuk memastikan terpenuhi dukungan kesehatan melalui pemberdayaan ekonomi, sosial dan pendidikan. Khalifah melakukan upaya preventif untuk mencegah rakyat sakit melalui promosi kesehatan, penerapan pola hidup sehat, jaminan kecukupan pangan bergizi, pengaturan tata ruang, penjagaan sanitasi dan kebersihan termasuk program vaksinisasi aman.

Seluruh lapisan masyarakat akan terhubung dengan fasilitas ini. Negara memberdayakan berbagai fasilitas kesehatan dengan layanan prima. Sementara orang-orang kaya tidak tinggal diam dan berkontribusi aktif dalam pengembangan layanan kesehatan dan pengembangan berbagai penelitian melalui hibah dan infak, yang semata-mata didorong oleh ketakwaan mereka.

Pada akhirnya seluruh komponen masyarakat bahu membahu mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan cuma-cuma semata-mata untuk melaksanakan prinsip-prinsip akidah Islam dengan tujuan yang sama yaitu bagaimana meraih keridhaan Allah SWT. Bukan hanya para pejabat dan penguasa, para akademisi, para aghniya dan orang-orang kaya, bahkan para penggiat media dan informasi mengambil bagian dalam proyek jariah ini.

Bapak Presiden, mohon dengarkan suara kami. Belum terlambat untuk membatalkan semua ini dan mengambil Islam sebagai solusi.

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.