Bencana Sumatera
BANDA ACEH – Peringatan Hari Internasional Laksamana Keumalahayati akan digelar di Banda Aceh melalui kegiatan bertajuk Ie Mata Nanggroe dan Spirit Keumalahayati.
Acara ini dijadwalkan berlangsung di Taman Budaya Aceh, Minggu (28/12/2025) malam, mulai pukul 19.00 WIB hingga selesai.
Kegiatan tersebut digelar untuk memperingati Hari Internasional Laksamana Keumalahayati yang jatuh pada 1 Januari 2026. Selain sebagai agenda kebudayaan, acara ini juga mengusung misi kemanusiaan melalui penggalangan dukungan dan doa bertajuk Meuripe untuk Korban Banjir Aceh, sebagai bentuk empati terhadap warga terdampak bencana.
Sejumlah seniman dan komunitas dijadwalkan hadir, di antaranya Krakustik, Gita Handayani, Seulanga, Puisi Teatrikal Sparta, Orang Hutan Squad, serta Bur’am feat Thak Peut. Penyelenggara juga menyiarkan acara tersebut secara langsung melalui layanan live streaming agar dapat diakses publik lebih luas.
Peringatan ini melibatkan kolaborasi berbagai pihak, termasuk komunitas seni dan pegiat budaya, dengan dukungan sejumlah lembaga serta mitra kreatif.
Ketua pelaksana sekaligus penulis skenario kegiatan, Sarjev, mengatakan acara ini terbuka untuk umum dan diharapkan menjadi momentum memperkenalkan kembali semangat kepahlawanan Laksamana Keumalahayati kepada generasi muda, sekaligus menguatkan nilai kepedulian sosial.
“Kita berharap kegiatan ini dapat menjadi ruang refleksi sejarah sekaligus memperkuat solidaritas sosial di tengah bencana yang sedang melanda masyarakat Aceh,” ujar Sarjev.
Ia menambahkan, kegiatan tersebut juga merupakan inisiatif para pegiat seni budaya untuk merespons hanyutnya ikon peradaban Aceh, Rapai Pase, yang rusak terbawa banjir.
Selama ini, kata Sarjev, Rapai Pase secara rutin dibawa ke Banda Aceh setiap lima tahun untuk pembukaan Pekan Kebudayaan Aceh. Namun, pihaknya masih menunggu adanya instansi atau institusi yang secara khusus merespons kondisi tersebut.
Karena itu, Majelis Seniman Aceh mengajak berbagai pihak untuk peduli terhadap warisan leluhur yang telah hadir sejak abad ke-13, ketika Samudra Pasai menjadi pusat kajian Islam di Asia Tenggara. []































































































