Selasa, 07/05/2024 - 13:16 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ASIAINTERNASIONAL

Pelapor PBB Sebut Kerja Paksa di Xinjiang Sama Dengan Perbudakan

ADVERTISEMENTS

Tingkat kerja paksa di sana bahkan ditengarai sama dengan perbudakan.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

WASHINGTON – Pelapor khusus PBB telah menemukan adanya praktik kerja paksa di antara masyarakat Uighur dan etnis minoritas lainnya di Xinjiang, China. Tingkat kerja paksa di sana bahkan ditengarai sama dengan perbudakan.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Laporan terkait kerja paksa di Xinjiang disusun dan ditulis oleh Tomoya Obokata, pelapor khusus PBB tentang bentuk-bentuk perbudakan kontemporer. Menurut American Civil Liberties, pelapor khusus adalah ahli independen yang ditunjuk Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB. Ahli tersebut diberi mandate untuk memantau, memberi saran, dan melaporkan secara terbuka tentang situasi HAM, termasuk dugaan pelanggarannya, di negara-negara tertentu di seluruh dunia.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
Berita Lainnya:
Dua Orang WNI Meninggal Dalam Insiden Kebakaran di Hong Kong
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Dalam laporannya, Obokata mengungkapkan, China menerapkan dua sistem yang diamanatkan negara untuk membuat penduduk Xinjiang menjadi pekerja paksa. Sistem pertama yakni lewat pusat pendidikan vokasi. Di pusat itu, etnis-etnis minoritas, termasuk Uighur, ditahan dan menjadi sasaran penempatan kerja. Sistem kedua yakni metode pengentasan kemiskinan melalui transfer tenaga kerja. Kelebihan jumlah pekerja di pedesaan dialihkan ke sektor sekunder dan tersier.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh

“Mengingat sifat dan tingkat kekuasaan yang dijalankan atas pekerja yang terkena dampak selama kerja paksa, termasuk pengawasan berlebihan, kondisi hidup dan kerja yang kejam, pembatasan pergerakan melalui interniran, ancaman, kekerasan fisik dan/atau seksual serta perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan lainnya, beberapa beberapa kasus dapat menjadi perbudakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, yang memerlukan analisis independen lebih lanjut,” kata Obokata dalam laporannya yang dirilis Selasa (16/7/2022) lalu, dikutip laman Voice of America, Rabu (17/8/2022).

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Xi Jinping Angkat Isu Palestina dalam Kunjungannya ke Prancis

Menurut laporan Obokata, sistem kerja paksa seperti di Xinjiang turut diterapkan di Tibet. “Program transfer tenaga kerja yang ekstensif telah menggeser sebagian besar petani, penggembala, dan pekerja pedesaan lainnya ke pekerjaan berketerampilan rendah serta bergaji rendah,” katanya.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi