Sabtu, 27/04/2024 - 05:28 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ASIAINTERNASIONAL

Pelapor PBB Sebut Kerja Paksa di Xinjiang Sama Dengan Perbudakan

ADVERTISEMENTS

Tingkat kerja paksa di sana bahkan ditengarai sama dengan perbudakan.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

WASHINGTON – Pelapor khusus PBB telah menemukan adanya praktik kerja paksa di antara masyarakat Uighur dan etnis minoritas lainnya di Xinjiang, China. Tingkat kerja paksa di sana bahkan ditengarai sama dengan perbudakan.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Laporan terkait kerja paksa di Xinjiang disusun dan ditulis oleh Tomoya Obokata, pelapor khusus PBB tentang bentuk-bentuk perbudakan kontemporer. Menurut American Civil Liberties, pelapor khusus adalah ahli independen yang ditunjuk Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB. Ahli tersebut diberi mandate untuk memantau, memberi saran, dan melaporkan secara terbuka tentang situasi HAM, termasuk dugaan pelanggarannya, di negara-negara tertentu di seluruh dunia.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
Berita Lainnya:
Palestina Tinjau Ulang Kebijakannya Terhadap AS Menyusul Veto di PBB

Dalam laporannya, Obokata mengungkapkan, China menerapkan dua sistem yang diamanatkan negara untuk membuat penduduk Xinjiang menjadi pekerja paksa. Sistem pertama yakni lewat pusat pendidikan vokasi. Di pusat itu, etnis-etnis minoritas, termasuk Uighur, ditahan dan menjadi sasaran penempatan kerja. Sistem kedua yakni metode pengentasan kemiskinan melalui transfer tenaga kerja. Kelebihan jumlah pekerja di pedesaan dialihkan ke sektor sekunder dan tersier.

ADVERTISEMENTS

“Mengingat sifat dan tingkat kekuasaan yang dijalankan atas pekerja yang terkena dampak selama kerja paksa, termasuk pengawasan berlebihan, kondisi hidup dan kerja yang kejam, pembatasan pergerakan melalui interniran, ancaman, kekerasan fisik dan/atau seksual serta perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan lainnya, beberapa beberapa kasus dapat menjadi perbudakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, yang memerlukan analisis independen lebih lanjut,” kata Obokata dalam laporannya yang dirilis Selasa (16/7/2022) lalu, dikutip laman Voice of America, Rabu (17/8/2022).

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Hamas: AS Berikan Perlindungan Politik pada Pembantaian Israel

Menurut laporan Obokata, sistem kerja paksa seperti di Xinjiang turut diterapkan di Tibet. “Program transfer tenaga kerja yang ekstensif telah menggeser sebagian besar petani, penggembala, dan pekerja pedesaan lainnya ke pekerjaan berketerampilan rendah serta bergaji rendah,” katanya.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi