Selasa, 30/04/2024 - 13:21 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

IN-DEPTH

Israel, Hentikan Politik Apartheid Kalian

ADVERTISEMENTS

Mantan PM Israel Benjamin Netanyahu pernah menulis di akun Instagramnya. “Israel bukanlah sebuah negara bagi seluruh warganya tetapi merupakan nation-state dari bangsa Yahudi dan hanya untuk mereka.” Status yang ditulis pada 2019 ini menggemakan hasrat serupa yang pernah disuarakan perdana menteri pertama David Ben-Gurion di awal berdiri negara Israel pada 1948. Sebab itu tak mengherankan jika semua kebijakan yang dibuat hanya untuk kepentingan privilese bangsa Yahudi Israel.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Lantas bagaimana dengan bangsa Palestina? Bukankah mereka hidup di wilayah yang sama? Ya, orang-orang Palestina memang ada di sana, bahkan jauh sebelum negara Israel dibentuk. Tetapi mereka sudah berdekade-dekade terperangkap dalam sistem rancangan Israel yang menempatkan mereka sebagai kelompok ras non-Yahudi yang lebih rendah. Bangsa kelas dua dan paria.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Mari cek fakta lebih rinci. Sebelum 1948, bangsa Palestina merupakan mayoritas populasi (70%) dan memiliki 90% lahan di wilayah yang dulu bernama British mandate Palestine. Sementara jumlah populasi bangsa Yahudi 30% seiring datangnya para diaspora Yahudi Eropa. Total pemilikan lahan mereka 6,5 persen di kawasan itu.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Pada saat negara Israel berdiri, mereka hancurkan ratusan desa dan pemukiman Palestina yang menewaskan ribuan orang dan membuat 800.000 jiwa terlunta-lunta sebagai pengungsi. Sekarang jumlah mereka membengkak jadi 6 juta jiwa dan tak diberi izin pulang oleh Israel. Setelah Perang 1967, Israel menduduki kawasan Palestina di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Gaza.

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
Zita Anjani Posting Starbucks di Makkah, Gerakan BDS Indonesia-Ustadz Hilmi Bersuara

Strategi Israel mengatur pemukiman bangsa Palestina merupakan bagian taktik “Pemisahan dan Perampasan ( Fragmentation and Dispossesion)” yang menjadi pilar utama politik apartheid dengan tujuan utama kelanggengan dominasi dan kontrol kekuasaan. Pilar lainnya yang dimainkan Israel terhadap warga Palestina adalah:

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
  • Ketidaksetaraan struktur dan status kebangsaan dengan warga Israel.
  • Pembatasan gerak/mobilitas super ketat
  • Aturan militer yang tegas mengikat
  • Penolakan hak atas partisipasi politik dan hak untuk protes damai
  • Pemisahan kejam terhadap anggota keluarga Palestina.

Faktor-faktor tersebut berkelindan membentuk cengkeraman apartheid Israel atas Palestina yang disaksikan dunia sekarang.

“Inilah sistem yang menjadi akar masalah dari bermacam pelanggaran, penderitaan, dan kesulitan hidup jutaan warga Palestina yang mereka hadapi setiap hari,” ujar Philip Luther.

Satu cara efektif yang dilakukan Pemerintah Israel dalam menjalankan segregasi dan opresi adalah melalui sistem kartu penduduk ( ID system). Orang Yahudi cukup punya satu kartu yang bisa menjamin mereka bisa tinggal di wilayah mana pun yang mereka mau, untuk mendapatkan fasilitas kesehatan dan aneka layanan premium lain yang berlimpah. Sementara warga Palestina punya 4 (empat) jenis tergantung wilayah tempat tinggal. Jenis kartu akan membedakan hak yang bisa dilakukan, wilayah yang bisa dikunjungi, dan tindakan yang bisa dilakukan.

Berita Lainnya:
Apakah Amerika akan Bantu Israel Lawan Iran? Ini Jawabannya

Pemegang kartu hijau berarti terikat mutlak dengan aturan militer. Pemegang kartu hijau dengan alamat Gaza—jumlah mereka sekitar dua juta orang–berarti terperangkap di sebuah “penjara terbuka ( open-air prison) seluas 365 km2 dalam blokade total tentara Israel yang mengontrol ketat semua aliran keluar masuk kawasan, termasuk mainan anak-anak dan pasokan obat. Ini dimulai sejak 2007. Sekitar 90% warga Gaza tak punya akses air bersih. 47% pengangguran dan 56% hidup miskin.

Pemegang kartu hijau Gaza juga tak boleh ke Yerusalem atau Tepi Barat meski ada keluarga mereka di sana. Sebaliknya, jika ada warga Tepi Barat yang menurut Israel adalah penduduk ilegal meski sudah bertahun-tahun tinggal di kawasan itu, mereka bisa dipaksa pindah ke Gaza. Ada atau tidak ada saudara di sana. Sebuah deportasi.

Lalu ada pemegang kartu hijau dengan alamat Tepi Barat yang berjumlah sekitar tiga juta jiwa. Mereka tinggal di kantong-kantong pemukiman yang sudah ditentukan (legal), dikelilingi kawasan hunian Israel yang mewah—sebenarnya justru ilegal. Di antara kedua pemukiman itulah dibangun Tembok Apartheid Israel dengan tinggi 8 meter dan panjang 700 km yang sudah disebutkan sebelumnya.

x
ADVERTISEMENTS
1 2 3 4 5

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi