Jumat, 26/04/2024 - 23:12 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EKONOMIPERTANIAN

Larangan Ekspor CPO, Serikat Petani Minta Pemerintah Jamin Harga TBS tak Jatuh

ADVERTISEMENTS

Kebijakan larangan ekspor akan membuat banjir produksi CPO di dalam negeri.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

 JAKARTA — Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan, kebijakan pemerintah yang akan melarang ekspor minyak sawit mentah (CPO) mulai 28 April mendatang telah memberikan dampak pada petani. Dampak itu berupa penurunan harga tandan buah segar (TBS) di saat petani sedang menikmati tingginya harga.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menuturkan, kebijakan larangan ekspor tentu akan membuat banjir produksi CPO di dalam negeri. Sebagai gambaran, tahun 2021 total produksi CPO Indonesia diperkirakan mencapai 46,89 juta ton, sementara konsumsi nasional untuk agrofuel dan pangan diperkirakan 16,29 juta ton.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


“Artinya terdapat sekitar 30 juta ton yang selama ini dialokasikan untuk diekspor,” kata Henry, Senin (25/4/2022).

ADVERTISEMENTS


“Hari ini hasil laporan petani anggota SPI di berbagai daerah seperti Riau, Sumatera Utara, harga tandan buah segar (TBS) sawit seharga Rp 1.700 – R p2.000 per kg, sudah terkoreksi ada yang 30 persen bahkan 50 persen,” ujarnya menambahkan.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Tebar Berkah Ramadhan, Mandiri Group Santuni 57 Ribu Anak Yatim dan Dhuafa


Henry menyampaikan, kebijakan pemerintah ini harus diikuti dengan kebijakan turunan selanjutnya yang bisa menjamin harga tbs petani sawit tetap layak. Ia menuturkan, ke depan perkebunan sawit harus diurus oleh rakyat, didukung oleh pemerintah dan BUMN, bukan oleh korporasi.


Henry memaparkan, saat ini korporasilah yang menguasai perkebunan sawit di Indonesia. Dalam prakteknya terjadi  banyak pelanggaran.


“Perkebunan sawit korporasi telah mengubah hutan menjadi tanaman monokultur, menghilangkan kekayaan hutan kita, juga sumber air berupa rawa-rawa, sungai dan sumber-sumber air lainnya. Korporasi sawit juga terbukti telah menggusur tanah petani, masyarakat adat dan rakyat, sampai merusak infrastruktur di daerah,” kata dia.


Henry juga menyinggung kesejahteraan buruh-buruh korporasi sawit yang ditelantarkan. Menurut dia, kehadiran korporasi sawit sering mengabaikan izin-izin yang ada, ilegal, dan terjadi kasus pelanggaran kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada negar.

Berita Lainnya:
Menteri PUPR Pindah ke IKN pada Juli 2024


Oleh karena itu Henry menyampaikan, perkebunan sawit harus di diserahkan pengelolaannya kepada petani dikelola  usaha secara koperasi mulai dari urusan tanaman, pabrik CPO dan turunannya.


“Negara harus berperan dalam transisi ini dengan melaksanakan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektare dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA),” tegasnya.


Henry melanjutkan, negara jugalah melalui BUMN yang mengurus turunan strategis produksi sawit, seperti agrofuel atau kepentingan strategis lainnya.


“Korporasi swasta bisa diikutkan di urusan pengolahan industri lanjutan, misalnya untuk pabrik sabun, kosmetik, obatan-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya,” katanya.


Henry menambahkan, hasil pajak ekspor dan pengutipan hasil perdagangan internasional bisa digunakan untuk proses transisi pengelolaan sawit dari korporasi ke petani dan negara.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi