Selasa, 30/04/2024 - 05:10 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Menanti Kebijakan Bagi Generasi Muda Berpenghasilan Rendah Bisa Membeli Rumah

ADVERTISEMENTS

Keuangan negara difokuskan bantu masyarakat berpenghasilan rendah miliki rumah.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

oleh Antara, Novita Intan

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Rabu (6/7/2022) menyatakan situasi pandemi menambah kesulitan generasi muda dalam membeli rumah. Ia mengatakan, situasinya generasi muda saat ini banyak yang membutuhkan rumah namun tidak memiliki kemampuan untuk membeli karena harganya yang lebih tinggi dari kemampuan.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Pengamat ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyatakan pemerintah perlu membuat kebijakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang mempermudah para milenial atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan rumah. “Pemerintah harus membuat kebijakan untuk ini, pertama Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ditambah dan prosesnya juga dipercepat,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, Kamis (7/7/2022).

ADVERTISEMENTS

Kedua, menurut Bhima, bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) juga harus memberikan suku bunga fix rate yang rendah dan tidak mengikuti bunga pasar. Selanjutnya, kredit konstruksinya juga harus diberikan relaksasi. “Agar para masyarakat berpenghasilan rendah bisa membeli rumah atau bisa melakukan cicilan KPR,” ucapnya.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Kompolnas Ungkap akan Ada Kemajuan Penanganan Kasus Firli Bahuri

Selain itu,Bhima menambahkan pemerintah juga harus memaksimalkan program bank tanah untuk penyediaan lahan agar masyarakat miskin tidak lagi kesulitan membeli rumah atau tempat tinggal. “Pemerintah harus mempercepat pengadaan tanah untuk perumahan rakyat melalui Bank Tanah. Ini penting karena banyak masyarakat berpenghasilan rendah sulit mendapatkan akses tanah dengan harga terjangkau untuk membeli rumah,” katanya.

Di satu sisi, Bhima juga memprediksi outlook properti di akhir tahun 2022 masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2021. “Banyak yang terdorong untuk membeli rumah tahun ini karena sebelumnya sempat tertunda karena pandemi,” ucapnya.

Pengamat ekonomi INDEF Agus Herta Sumarto menilai sektor properti masih sangat dipengaruhi kondisi ekonomi yang belum benar-benar pulih dari dampak pandemi. “Saat ini konsumen properti menghadapi dua beban sekaligus. Pertama, kenaikan suku bunga KPR dan kedua daya beli yang belum benar-benar pulih. Inilah yang kemudian menjadikan kinerja sektor properti belum bergairah seperti sebelum pandemi,” kata Agus.

Agus mengatakan tantangan di sektor properti masih cukup besar dan proses pemulihan ekonomi sepertinya tidak secepat yang diharapkan hingga akhir 2022, karena para pelaku industri properti masih akan melakukan aksi wait and see terhadap kondisi geopolitik global. “Di sisi lain, bagi masyarakat yang memiliki dana lebih dan dana cadangan yang cukup, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membeli properti karena harga-harga properti saat ini mulai melandai,”kata Agus.

Berita Lainnya:
Jokowi Dinilai Bakal Senasib dengan SBY, Sulit Dapat Maaf dari Megawati

Oleh karena itu, menurut dia, terdapat dua alternatif yang bisa dilakukan untuk mendorong sektor properti. Yaitu melalui relaksasi perpajakan kepada pengembang agar harga rumah bisa lebih murah atau melonggarkan batas Loan To Value(LTV) untuk mempermudah kredit konsumen.

“Jika memiliki di sisi penawaran maka pemerintah bisa memberikan relaksasi perpajakan sehingga harga properti bisa lebih murah, atau BI menaikkan nilai Loan to Value (LTV) sehingga konsumen memiliki kelonggaran untuk membeli properti dengan cara kredit,” katanya.

Namun, menurut Agus, langkah ini juga harus dibarengi dengan manajemen risiko yang baik, karena meningkatkan LTV juga berpotensi menaikkan risiko pembiayaan. “Jangan sampai kebijakan pelonggaran LTV ini malah menciptakan non performing loan (NPL) bagi lembaga pembiayaan,” tambahnya.


Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi