Jumat, 24/05/2024 - 04:43 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EKONOMIMIGAS

Subsidi BBM tak Dibatasi, Pengeluaran Negara Berpotensi Jebol

Harga keekonomian Pertalite di kisaran Rp16.000- 17.000 per liter.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

 JAKARTA – Inisiatif Pertamina untuk melakukan pendataan kendaraan yang mengkonsumsi produk bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan pertalite melalui digitalisasi dinilai sebagai langkah antisipatif dalam membatasi penjulaan BBM bersubsidi. Upaya pembatasan dengan mengharuskan masyarakat melakukan registrasi  melalui aplikasi diharapkan dapat menekan konsumsi BBM subsidi  yang ditengarai bakal melebih kuota. 

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan


“Mereka (Pertamina) baru membangun database monitoring yang diharapkan  terbentuk kesadaran masyarakat mampu yang seharusnya malu jika mengonsumsi BBM bersubsidi,” kata Abra Talattov, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) di Jakarta, Rabu (13/7/2022).


Abra mengungkapkan,  apabila tidak ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi,  potensi terjadinya overkuota sangat besar. Berdasarkan kalkulasi Abra, untuk solar hingga akhir tahun nanti ada potensi over kuota sekitar 15 persen dari kuota 14,91 juta KL menjadi 17,2 juta KL. Sementara itu, pertalite berpotensi over sekitar 24 persen dari alokasi 23,05 juta KL, menjadi sekitar 28 juta KL. 


“Itu kalau tidak ada pembatasan dan tidak ada tambahan kuota. Ini siapa yang harus menanggung selisih harga dan potensi kerugian? Badan usaha yang menanggung?,” kata Abra. 

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh


Menurut dia, ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh pemerintah apabila konsumsi BBM penugasan jenis pertalite melebihi kuota. Hal ini otomatis akan menambah pengeluaran pada APBN karena barang penugasan tersebut harus mendapatkan kompensasi. 

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Bank Indonesia Gelar Salam Fest 2024 Perkuat Ekonomi Syariah di Maluku


”Makanya sebetulnya terobosan pendataan yang dilakukan Pertamina adalah untuk mengantisipasi apabila nanti pada Oktober-November 2022, kuota BBM susbsidi-penugasan sudah terlampaui,” ujar dia. 


Abra menyarankan pemerintah segera mengambil keputusan, menambah kuota atau dengan pembatasan pembelian. Saat ini ‘bola’ terkait upaya penyaluran subsidi ada di tangan pemerintah. Dengan demikian, harus ada kepastian bagaimana keingin pemerintah dalam menjaga stabilitas harga energi dan menjaga inflasi. 

ADVERTISEMENTS


“Apakah all out menambah kuota BBM subsidi atau memang balanss, tetap memberikan subsidi kompensasi dibarengi pengendalian BBM subsidi,” katanya. 

ADVERTISEMENTS


Terkait platform digital untuk melakukan registrasi pengguna BBM subsidi, lanjut Abra, hal ini dilakukan agar paling tidak bisa sedikit memberikan pesan kepada masyarakat bahwa pemerintah memiliki keinginan melakukan pengendalian subsidi bbm bersubsidi. “Tapi harusnya bisa lebih fundamental harus ada kebijakan solid dan tegas,” katanya. 


Abra mengungkapkan, agar subsidi BBM tepat sasaran harus ada reformasi subsidi menjadi bersifat tertutup sehingga sasarannya langsung kepada individu atau rumah tangga. 


Secara terpisah, Yayan Satyakti, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), mengungkapkan apabila pemerintah masih menganggarkan subsidi, artinya pemerintah siap dengan biaya yang memang akan semakin besar. 

Berita Lainnya:
Pembebasan Lahan Hampir Rampung, Progres Tol Probolinggo-Banyuwangi Capai 35 Persen


“Jika saya lihat, pemerintah dan DPR masih tetap akan mempertahankan subsidi BBM untuk menjaga konsumsi dan dan popularitas politik hingga pemerintah Jokowi berakhir,” katanya. 


Yayan menilai pemerintah sangat mementingkan stabilitas konsumsi. Jika pun ekonomi jatuh atau kolaps, menurutnya, model subsidi ini akan selalu dijaga oleh pemerintah guna mengiringi dampak countercyclical pada sisi konsumsi. 


“Kita memang akan membakar BBM yang lebih banyak dan subsidi lebih banyak, tetapi itu akan menahan konsumsi dan mengangkat supply menjadi lebih besar,” ujar dia. 


Akan tetapi, lanjut Yayan, kebijakan mempertahankan subsidi  harus dikombinasikan dengan kebijakan moneter dari BI yang juga harus menjaga nilai tukar dan inflasi. “Saya kira mempertahankan konsumsi (kontribusi konsumsi 50-55 persen dari GDP) saat ini lebih baik dari pada turun karena jika turun produktivitas akan turun,” ujarnya.


Yayan melanjutkan, apabila melihat harga keekonomian Pertamax yang di kisaran Rp18.000-19.000 dan Pertalite di Rp16.000- 17.000, kondisi beban subsidi saat ini berat. Apalagi nilai kurs tukar dollar terhadap rupiah saat ini mencapai Rp15.0000 per dolar AS.

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi