OLEH: ACHMAD NUR HIDAYAT
TRAGIS itulah kata yang bisa menggambarkan Suharso Monoarfa Menteri Perencanaan Pembangunan Kepala Bappenas RI yang baru saja dilengserkan dari kursinya sebagai Ketua Umum PPP.
Dan tak butuh waktu lama Kementerian Hukum dan HAM dalam waktu yang sangat cepat mengeluarkan Surat Keputusan tentang Ketua Umum PPP yang baru Muhammad Mardiono, karib Suharso di PPP yang saat ini menjadi anggota Wantimpres.
Padahal Suharso Monoarfa masih sedang berjuang mendapatkan jabatannya kembali, baik jalan lobi internal PPP maupun jalan eksternal, yaitu via pengadilan sengketa partai.
Kenapa pemecatan Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum PPP begitu dengan cepat disetujui oleh Kemenkumham. Mungkinkah Kemenkumham melakukannya atas perintah dan restu Presiden Jokowi?
Isu tidak mampu melakukan konsolidasi internal partai agaknya sulit dimengerti karena tanggung jawab membesarkan partai bukanlah hanya tugas ketua umum, karena partai memiliki struktur dari pusat, wilayah dan ke daerah.
Sehingga jika alasannya adalah karena kinerjanya dianggap tidak optimal dalam membesarkan partai sehingga Suharso harus dilengserkan di tengah jalan, maka hal ini terasa agak janggal.
Ada apa ini sebetulnya, apakah ada kepentingan dari kekuasaan atas peristiwa ini?
Alasan Pemecatan Suharso Monoarfa
Beberapa elite PPP, seperti Arsul Sani mengungkap dorongan untuk konsolidasi partai menjadi alasan kuat pencopotan Suharso.
Keinginan itu belakangan diperkuat oleh pernyataan Suharso soal amplop kiai yang memicu kontroversi sejumlah pihak di internal partai.
Sebenarnya bukan sekadar “amplop kiai” ada hal lain terkait proyek infrastuktur IKN. Hal ini terlihat dari perbedaan pendapat seputar IKN dan PSN yang muncul ke publik minggu lalu.
Ada kemungkinan Suharso Monoarfa dipecat dari Ketua Umum PPP, diduga tidak sejalan lagi dengan geng istana dalam memperjuangkan proyek IKN sebagai PSN.
Selisih tersebut berawal dari permintaan Presiden Jokowi agar menjadikan proyek IKN sebagai PSN (Proyek Strategis Nasional). Melalui status PSN akan mempermudah pembangunan IKN.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto pada Selasa (6/8) mengatakan, “Bapak Presiden juga mengarahkan agar khusus untuk ibukota juga ditetapkan sebagai proyek PSN, karena tentunya ini akan mempermudah dan akselerasi daripada pembangunan ibukota”.
Namun Suharso berpandangan beda, menurut Suharso Monoarfa bahwa tidak masalah jika pembangunan IKN tidak berstatus sebagai PSN. Alasannya, berbagai pembangunan yang berlangsung di area IKN sudah tergolong sebagai PSN. Misalnya, pembangunan Bendungan Sepaku Semoi merupakan PSN yang berada di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
“Automatically (IKN) itu sudah suatu proyek besar, proyek nasional. Saya kira tidak lagi harus diputuskan seperti itu (sebagai PSN) karena hampir semua kegiatan-kegiatan yang ada di dalam IKN itu merupakan bagian dari PSN,” ujar Suharso pada Rabu (7/9/2022) di Tanjung Binga, Belitung.
Suharso Monoarfa menjelaskan bahwa pembangunan jalan-jalan utama dan bandara pendukung IKN merupakan PSN. Oleh karena itu, menurutnya, status PSN atau bukan tidak akan mengganggu pembangunan IKN.
Suharso pun menyebut bahwa mekanisme pembiayaan pembangunan IKN sudah berjalan lancar, yakni melalui belanja kementerian dan lembaga. Menurutnya, pembiayaan IKN akan tetap berjalan baik dengan kondisi saat ini. “Mungkin mulai 2024 sudah langsung oleh [badan] otorita itu sendiri, secara pembiayaan,” ujar Suharso.
Pelajaran Berharga dari Suharso Monoarfa
Suharso Monoarfa sebagai Menteri Jokowi yang selama ini mati-matian memperjuangkan proyek IKN, namun karena dalam perjalanan IKN tidak sejalan lagi dengan “elite genk IKN” harus tersingkir.
Pribahasa yang tepat untuk menggambarkan Pak Suharso adalah Habis Manis, Sepah Dibuang. Suharso Monoarfa sudah pasang badan sebagai pembela tergigih dalam mempertahankan pentingnya mempertahankan IKN dalam gugutan para gurubesar ke Mahkamah Konstitusi.
Namun begitu, IKN hendak dijalankan dengan berbagai turunan proyek pendukung infrastrukturnya, Suharso harus disinggirkan dan dilupakan. Habis Manis Sepah Dibuang.