Kamis, 02/05/2024 - 13:31 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Bolehkah Pengusaha Mengambil Untung Berlebihan Saat Krisis?

ADVERTISEMENTS

Hukum menarik untung dari perdagangan sangat bervariasi.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

 JAKARTA — Seorang pengusaha terkadang dihadapkan pada situasi yang membuatnya dapat meraih keuntungan besar.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Misalnya ketika negaranya krisis sehingga stok pangan mengalami kekurangan, sedangkan dia memiliki stok pangan melimpah, maka di situlah ia berpotensi mendapat keuntungan yang berlimpah-ruah. Sebab dia bisa menjualnya dengan harga yang tinggi.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Lantas, apakah boleh mengambil keuntungan secara berlebihan dari pembeli? Atau dengan kata lain, apakah boleh menjual barang dengan marjin keuntungan yang berlebihan atau berkali-kali lipat dari harga modalnya?

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh

Penasihat Ilmiah Mufti Mesir, Syekh Dr Majdi Asyour memberi penjelasan tentang hal tersebut. Dia memaparkan, hukum menarik untung dari perdagangan sangat bervariasi.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Perdagangan atau transaksi jual-beli menjadi haram karena beberapa hal. Pertama, di dalamnya terdapat penipuan atau kebohongan. Kedua, pedagang menggunakan cara-cara ilegal yang mengakibatkan melambungnya harga berbagai komoditas (menimbun).

Berita Lainnya:
Keutamaan Memuliakan Anak Yatim

Ketiga, memonopoli. Keempat, memanfaatkan orang yang tidak tahu harga barang yang dimilikinya. Untuk contoh yang keempat ini, misalnya memborong suatu barang dari orang desa untuk dijual di perkotaan.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jangan mencegat kafilah dagang (sebelum mereka sampai di pasar). Dan janganlah orang kota menjual untuk orang desa.”

Lalu perawi bertanya kepada Ibnu Abbas RA, “Apa maksud dari ‘jangan menjual untuk orang desa’?” Lalu Ibnu Abbas menjawab, “Jangan jadi makelar (perantara) untuk mereka.” (HR Bukhari)

Syekh Majdi Asyour menjelaskan, konsep yang terdapat dalam teks-teks syariat adalah adanya persentase keuntungan dari komoditas yang dijual berdasarkan kebiasaan, kondisi pasar, dan iklim usaha.

Berita Lainnya:
Bakal ke Indonesia Lagi, Ini Momen Ustadz Khalid Basalamah Bertemu Dr Zakir Naik di Mekkah

Hal itu berdasarkan keumuman sabda Nabi Muhammad SAW: “Biarkanlah orang-orang (berbagi rezeki) dengan cara Allah memberi rezeki kepada sebagian mereka dari sebagian yang lain.” (HR Tirmidzi)

Patuhi aturan

Setiap pengusaha, pebisnis ataupun pedagang, kata Syekh Majdi Asyour, harus mematuhi peraturan dan sistem yang mengontrol pasar untuk mencegah kerugian baik kepada penjual maupun pembeli.

Syekh Asyour juga menekankan, dalam menentukan persentase keuntungan, itu disesuaikan dengan supply and demand serta kondisi ekonomi negara. Dengan demikian, melebih-lebihkan keuntungan atau mengambil keuntungan secara berlebihan itu dilarang dalam syariat Islam jika mengarah pada perbuatan buruk seperti monopoli dan pelanggaran terhadap hukum positif di sebuah negara.

“Dosanya akan terus bertambah jika melakukannya ketika negara ada dalam situasi yang krisis dan banyak orang yang menderita,” jelasnya.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi